Penulis : Siti Maymunah, Mahasiswa S1 Jurnalistik UNIB
Indonesia disebut menjadi negara fatherless ketiga di dunia.” Yang dimaksud fatherless adalah mereka yang kehilangan peran ayah dalam kehidupan dan pengasuhan saat laki-laki yang menjadi ayah ini harus mencari nafkah, mereka seolah tidak memiliki waktu untuk mengurus anak di rumah. Padahal, peran ayah pun sangat dibutuhkan dalam pengasuhan anak selain itu Fatherless juga biasa.
Dilansir dari Kompas.com, dalam program sosialisasi yang dilakukan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) yang bertajuk “Peran Ayah dalam Proses Menurunkan Tingkat Fatherless” disebutkan bahwa Indonesia sebagai fatherless Country Nomor 3 Terbanyak Di Dunia. Dikatakan pula oleh Psikolog asal Amerika Edward Elmer Smith bahwa fatherless country berarti negara yang masyarakatnya memiliki kecenderungan tidak merasakan keberadaan dan keterlibatan figur ayah dalam kehidupan anak, baik secara fisik maupun psikologis.Fatherless tidak hanya dialami oleh anak yatim saja. Selama mereka memiliki figur ayah yang dihadirkan dari kakek atau om, maka figur ‘ayah’ ini bisa tergantikan. Laporan “State of the World’s Fathers” yang dirilis Rutgers Indonesia pada 2015 menyebutkan budaya patriarki sebagai salah satu alasan absennya ayah dalam perkembangan anak di Indonesia.
Para ayah diharapkan bekerja ke luar rumah untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan rumah tangga.Salah satu penyebab munculnya keadaan fatherless adalah adanya budaya patriarki yang masih melekat di masyarakat Indonesia. Budaya patriarki meyakini bahwa laki-laki bertanggung jawab pada urusan nafkah. Sedangkan untuk urusan domestik dan mengurus anak adalah tanggung jawab perempuan. Belum lagi soal angka perceraian yang tinggi.
Menurut laporan Badan Statistik Indonesia, kasus perceraian di Indonesia tahun 2022 meningkat dari tahun sebelumnya yakni mencapai 516.344 kasus. Di Bengkulu sendiri faktor budaya tersebut masih dikatakan erat dengan kondisi mata pencaharian keluarga yang rata-rata masih di tumpu sepenuhnya oleh ayah, sebagai nelayan maupun petani menyebabkan pola pengasuhan sepenuhnya ditanggung ibu jelas ini akan menghambat perkembangan anak secara psikologis.
Padahal, ayah dan ibu juga sama-sama memiliki peran yang penting untuk tumbuh kembang anak.Di beberapa desa di Bengkulu sendiri yang mana notabennya pekerjaan ayah sebagai petani menghabiskan kurang lebih sehari penuh aktivitas ayah berada di ladang sehingga pengasuhan dikembalikan ke ibu.
Seperti di Salah satu Desa di Bengkulu Utara yang notabenenya pekerjaan Kepala Keluarga disana adalah petani. Sehingga menyebabkan para bapak tidak berada dirumah pada siang hari. Ketidak pemahaman dan faktor budaya yang melekat inilah yang menjadikan kurang sadarnya masyarakat akan fatherless sendiri itu.
Masyarakat mengira itu hal yang wajar dan lumrah karna telah bertahun-tahun hidup dalam budaya tanpa bapak, padahal anak perlu mengetahui ada dua figur berbeda dalam kehidupannya yaitu perempuan dan laki-laki. Jika ibu mengajarkan tentang pendewasaan emosi, empati, dan nilai-nilai kasih sayang, maka ayah dapat mengajarkan tentang logika, keberanian, dan kemandirian. Sisi feminin dan maskulin ini dapat membentuk anak menjadi pribadi yang ‘utuh’.
Dampak fatherless bagi anak
Anak yang mengalami fatherless akan merasakan dampaknya hingga dewasa, terutama secara psikologis. Berikut dampak fatherless pada anak:
- Merasa minder atau tidak percaya diri.
- Merasa takut, cemas, dan tidak bahagia.
- Rendahnya penghargaan atas diri sendiri atau self-esteem.
- Merasa tidak aman secara fisik dan emosional.
- Memiliki kemampuan akademik yang buruk.
- Memiliki hubungan yang rumit dengan pasangan.
- Masalah perilaku dan gangguan kejiwaan.
- Berpotensi melakukan kejahatan atau kenakalan remaja.
Peran penting ayah dalam keluarga
Selain bekerja, ayah pun harus ikut andil dalam mengasuh anak. Berikut peran penting ayah dalam mendampingi perkembangan anak:
- Mengajarkan anak untuk memecahkan masalah dengan solusi yang tepat.
- Mengajarkan nilai-nilai penting dalam hidup sebagai bekal anak di masa depan.
- Menjadi teman bermain bagi anak, terutama untuk permainan fisik.
- Mengajarkan anak membedakan perilaku benar dan salah, serta memahami konsekuensi atas perilaku yang dilakukan.
- Mengajarkan tanggung jawab dengan memenuhi kebutuhan keluarga.
- Mengajarkan moral dan tatakrama agar anak dapat bertindak lebih bijak.
Dengan demikian, Hari Ayah Nasional yang diperingati setiap 12 November menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali hubungan ayah dan anak di Indonesia. Selain itu penting bagi kita untuk menyuarakan campaign dimula dari penyadaran akan definisi fatherless itu sendiri utamanya di Bengkulu.Selain itu sosialisasi serta pengarahan pemahaman dalam membina rumah tangga juga mesti di tingkatkan lagi, agar masyarakat memahami bahwa pembagian peran orang tua itu penting dan dampak nya bagi psikologi anak itu sendiri dengan begitu kita juga bisa sekaligus mengikis sedikit demi sedikit budaya patriarki yang telah membudaya.