Sumut, tintabangsa.com — Sengketa atas empat pulau di wilayah perbatasan antara Sumatera Utara dan Aceh dinilai sebagai persoalan serius yang menyentuh aspek kedaulatan administratif, identitas daerah, dan legalitas batas wilayah.
Sekretaris Jenderal Satgas Inti Prabowo, Edison Marbun, menyampaikan hal tersebut kepada wartawan di Medan, Senin (16/6/2025). Ia menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus mematuhi keputusan dari pemerintah pusat terkait batas wilayah.
“Permasalahan ini tidak bisa disikapi sembarangan. Harus ditangani secara pro yuridis, objektif, dan konstitusional,” ujar Edison.
Adapun empat pulau yang dipersoalkan oleh Pemerintah Aceh, khususnya Kabupaten Aceh Singkil, karena diduga berada dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah (Sumut), adalah Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Pulau-pulau tersebut berada di perairan perbatasan antara Kabupaten Aceh Singkil (Aceh) dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Sumut), dekat Kepulauan Banyak. Menurut Edison, penetapan batas wilayah harus mengacu pada regulasi formal seperti:
- Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah
- Keputusan Presiden
- Peraturan Daerah pembentukan kabupaten/kota
- Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) dari Badan Informasi Geospasial (BIG)
“Jika belum ada penetapan resmi, maka prosesnya harus melibatkan Kementerian Dalam Negeri dan BIG, serta partisipasi kedua provinsi terkait,” tambahnya.
Edison menekankan, tidak boleh ada klaim sepihak baik dari Aceh maupun Sumatera Utara. “Klaim sepihak, apalagi hanya berdasarkan peta internal, sejarah lisan, atau administrasi lokal, tidak dapat dibenarkan,” tegasnya.
Menurutnya, penegasan status administratif wilayah harus melalui mekanisme nasional, termasuk dialog dan koordinasi teknis antarprovinsi.
Ia juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yang memang memberikan kewenangan luas kepada Aceh, tetapi perubahan batas wilayah antarprovinsi tetap menjadi wewenang pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA.
Selesaikan Lewat Mediasi atau Jalur Yudisial
Jika musyawarah antara kedua provinsi tidak membuahkan hasil, maka penyelesaian sengketa harus difasilitasi oleh Tim Penegasan Batas Daerah (TPBD) di bawah Kemendagri. Bila tetap tidak ada titik temu, persoalan ini dapat dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK), sebagaimana pernah terjadi dalam kasus sengketa batas wilayah antara Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
“Kesimpulannya, saya menyatakan bahwa sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara tidak dapat diselesaikan dengan klaim sepihak. Penyelesaian harus dilakukan melalui mekanisme formal, berdasarkan data geospasial resmi, dan jika perlu melalui jalur konstitusional,” ujar Edison.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat lokal tidak dijadikan alat politisasi. “Masalah batas wilayah harus diselesaikan berdasarkan hukum, bukan dengan emosi identitas,” pungkasnya.