Keputusan menggelar Pilkada Serentak 2024 ada yang mengungkapkan kegembiraan dalam semangat memilih pemimpin yang tepat untuk memajukan bangsa Indonesia, ada juga yang menyatakan tidak percaya dengan penyelenggaraan pemilu serentak pada 2024 untuk mempertanyakan kemampuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyelenggarakan proses pemilu yang adil dan jujur. Ada juga masyarakat khawatir dengan situasi politik di Indonesia denga adanya pemilu serentak 2024 bisa menimbulkan konflik dan perpecahan di masyarakat. Sehingga kritikan sistem politik Indonesia yang dinilai masih rawan korupsi, pencucian uang, dan praktik curang lainnya, maka masyarakat berharap kepada KPU dan pemerintah bisa mendorong reformasi politik yang demokrasi lebih baik agar pemilu serentak 2024 berjalan dengan lancar dan terpilih pemimpin betul-betul mau memajukan daerahnya masing-masing.
Karena kita tahu semenjak Indonesia merdeka belum pernah ada pilkada serentak seperti akan dilaksanakan tahun 2024 ini, maka wajarlah berbagai macam kekhawatiran masyarakat terhadap kualitas pilkada tersebut dan akan merusak kualitas demokrasi serta menimbulkan disharmoni kebijakan pembangunan daerah yang salah satu prasyarat negara demokratis yakni terjadi pertukaran elite berkuasa/kepala daerah secara penuh dalam 1 periode selama 5 tahun. Akibat pilkada serentak ini akan banyak kepala daerah tersakiti karena masa jabatannya berkurang karena ingin pilkada serentak.
Sebagaimana menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin menyampaikan, ada 1.557 pasangan calon yang berkontestasi pada Pilkada 2024. Adapun rinciannya, terdapat 103 pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur, 1.169 paslon bupati dan wakil bupati serta 285 paslon wali kota dan wakil wali kota.
Pilkada serentak ini perlu adanya pendidikan politik dalam kehidupan masyarakat, agar penerapan konsep demokrasi adanya kebebasan masyarakat dalam memilih pimpinan yang terbaik di daerahnya. Untuk itu pilkada serentak ini agar tidak merusak kualitas demokrasi di masyarakat dalam menentukan pilihannya, sehingga akan menghasilkan pemimpin yang benar-benar diinginkan masyarakat bukan yang diinginkan oleh kekuatan tertentu, misalnya keinginan penguasa atau pemegang kekuatan ekonomi yang mana masyarakat terhifnotis untuk memilih pasangan yang bukan dikehendaki.