Bengkulu Butuh Koordinasi Sipil-Militer Dalam Penanganan Bencana

HEADLINE37 Dilihat

Pusdiklatjemen Badiklat Kemhan telah sukses menyelenggarakan seminar sekolah siswa Susjemen Litbanghan tingkat Angkatan XXIII dengan tema ‘Ketangguhan Kapasitas Apkowil guna Memitigasi Bencana Multi Ancaman’ yang berlangsung di Jalan Jati nomor 1, Cilandak, Jakarta Selatan dengan menghadirkan narasumber serta penanggap dari berbagai instansi terkait.

Mayor Cke Dr. Indra Kristian, S.I.P., S.Kom., M.A.P., CIQaR, CHRMP, CAA, yang menjabat sebagai Peneliti Muda Alkomlek dan Sisdaljat Dislitbangad, menjadi narasumber utama dalam seminar.

Sementara itu, Keynote Speaker dalam acara ini adalah Dr. Raditya Jati, S.Si., M.Si., Deputi Sistem dan Strategi BNPB. Penanggap I adalah Kolonel Inf Saad Miyanta dari Pusterad, dan Penanggap II adalah Dr. Farid Wadjdi dari BRIN.

Seminar ini dibuka Kapusdiklatjemen Badiklat Kemhan diwakili Kabidopsdiklat Kolonel Kal Tjandra Ari Wibowo, M.Tr. (Han). Ia dalam sambutannya, yang dibacakan Kabidopsdiklat, Kapusdiklatjemen Brigjen TNI WAsono, S.Sos., M.Hum menyampaikan, bahwa seminar ini merupakan puncak dari pelaksanaan pendidikan, di mana Serdik diminta untuk menjadi penyelenggara seminar, mulai dari merencanakan hingga memaparkan hasil penelitian dari naskah yang telah mereka susun.

Sementara dalam pemaparannya, Dr. Raditya Jati menyampaikan di Indonesia terdapat sejumlah daerah yang rawan bencana dan salah satunya yakni provinsi bengkulu.

Dr. Raditya Jati menambahkan, Bengkulu berada di zona seismik aktif, sehingga rawan terhadap gempa bumi. Selain itu, Bengkulu pernah diguncang gempa tektonik berskala besar pada tahun 2000 dan 2007. 
Selain gempa bumi, Bengkulu juga rawan tsunami
karena berdekatan dengan bibir pantai. Sejarah mencatat Kota Bengkulu pernah dilanda tsunami pada tahun 1818 dan 1833. 

Selanjutnya Bengkulu rawan banjir karena berada di wilayah pantai barat yang rentan terhadap siklus cuaca. Begitupun Longsor, Bengkulu juga rawan longsor, terutama di musim hujan. Bencana lainnya
Bengkulu juga rawan bencana gunung api, kekeringan, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim, abrasi, serta kebakaran hutan dan lahan. Ada beberapa poin penting yang menjadu catatan terkait hal tersebut di antaranya, perlunya sosialisasi untuk mencapai kesepahaman terkait PDB.

Lalu pentingnya koordinasi sipil-militer dalam tahapan penanganan bencana. Penyusunan rencana kontingensi (Renkon) atau rencana operasi (RO) untuk meningkatkan koordinasi dan sinergi dan diperlukannya regulasi dan pedoman yang bersifat operasional sebagai turunan dari undang-undang yang sudah ada.

Pemapar utama, Mayor Cke Dr. Indra Kristian, menambahkan bahwa, Apkowil saat ini telah berada dalam tahap Madya berdasarkan hasil penilaian. Namun, diperlukan adanya regulasi terkait penguatan kelembagaan Apkowil, termasuk usulan agar Kasdim dapat menjadi ex-officio pejabat BPBD. Mayor Indra juga menyoroti pentingnya membuka kembali kursus manajemen bencana di Pusdiklatjemenhan.

Kolonel Inf Saad Miyanta dari Pusterad, sebagai penanggap pertama, menyampaikan bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh pemapar telah relevan dengan lima kemampuan teritorial. Namun, ia menegaskan bahwa Pusterad hanya sebagai pelaksana teknis, sementara kebijakan ada di Sterad.

Seminar ini dihadiri oleh para pejabat utama, Widyaiswara Pusdiklatjemenhan, serta undangan dari mahasiswa Prodi Manajemen Bencana Universitas Pertahanan. Seminar dilaksanakan secara hybrid, dengan testimoni dari beberapa pelaku yang terlibat secara langsung dalam bencana yang terjadi di Cianjur, baik dari apparat komando kewilayahan, unsur Pemerintahan Daerah  maupun masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *