DPRD Provinsi Bengkulu Usulkan Bentuk Tim Terpadu Untuk Aktivitas Tambang Batu Bara

Bengkulu, tintabangsa.com, -Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bengkulu mengusulkan pemerintah membentuk tim terpadu menindaklanjuti keluhan masyarakat di Bengkulu Utara terhadap aktivitas tambang batu bara.

Anggota Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu Tantawi Dali mengatakan pihaknya menyikapi aspirasi warga Desa Pondok Bakil dan Desa Gunung Payung, terkait perbaikan jalan yang hancur dan berdebu saat dilalui angkutan tambang batu bara.

“Perusahaan tambang batu bara dan pabrik yang ada di wilayah Provinsi Bengkulu, khususnya di Kabupaten Bengkulu Utara, agar peduli kepada masyarakat sekitar” kata Tantawi, Rabu (1/9/21).

Kepedulian dari perusahaan tambang batu bara maupun pabrik tersebut, kata dia, di antaranya adalah dalam bentuk perbaikan terhadap jalan yang dilalui angkutan truck ketika mengangkut material maupun hasil tambangnya.

Apalagi sesuai dengan perjanjian analisis dampak lingkungan (Amdal), perusahaan tambang batu bara itu membuat jalan sendiri untuk mengangkut material maupun hasil tambangnya.

“Tapi itu kan sampai saat ini belum terealisasi” kata Tantawi.

“Ada dana sosial perusahaan yang terkesan tidak disalurkan. Belum lagi kesejahteraan masyarakat sekitar tidak diperhatikan, seperti, jalan rusak dan hancur, debu serta terjadinya sengketa,” tambah Anggota Komisi III ini.

Untuk itu, jika perusahaan tambang tidak memikirkan kesejahteraan masyarakat sekitar, sebaiknya Pemerintah Provinsi (Pemprov) segera membentuk tim yang beranggotakan aparat terpadu turun ke lapangan, mengumpulkan data dan fakta, serta mengeluarkan rekomendasi jika menyalahi aturan.

“Keberadaan tambang itu hanya memberikan dana royalti, bukan pendapatan asli daerah (PAD). Coba lihat proses reklamasi di lokasi bekas tambang. Dulu desa di lokasi tersebut swasembada pangan, namun setelah masuk pihak pertambangan, material merusak areal pertanian masyarakat sehingga lahan tersebut dibebaskan.

Dengan kondisi itu, jalan hancur dan swasembada pangan hilang” kata TaApalagi sesuai dengan perjanjian analisis dampak lingkungan (Amdal), perusahaan tambang batu bara itu membuat jalan sendiri untuk mengangkut material maupun hasil tambangnya.“Tapi itu kan sampai saat ini belum terealisasi” kata Tantawi.“Ada dana sosial perusahaan yang terkesan tidak disalurkan.

Belum lagi kesejahteraan masyarakat sekitar tidak diperhatikan, seperti, jalan rusak dan hancur, debu serta terjadinya sengketa,” tambah Anggota Komisi III ini.Untuk itu, jika perusahaan tambang tidak memikirkan kesejahteraan masyarakat sekitar, sebaiknya Pemerintah Provinsi (Pemprov) segera membentuk tim yang beranggotakan aparat terpadu turun ke lapangan, mengumpulkan data dan fakta, serta mengeluarkan rekomendasi jika menyalahi aturan.

“Keberadaan tambang itu hanya memberikan dana royalti, bukan pendapatan asli daerah (PAD). Coba lihat proses reklamasi di lokasi bekas tambang. Dulu desa di lokasi tersebut swasembada pangan, namun setelah masuk pihak pertambangan, material merusak areal pertanian masyarakat sehingga lahan tersebut dibebaskan. Dengan kondisi itu, jalan hancur dan swasembada pangan hilang” kata Tantawi. (ADV)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *