Kejaksaan Tinggi Bengkulu Geledah Kediaman Pengacara Terkait Dugaan Korupsi Pembebasan Lahan Tol Bengkulu-Taba Penanjung

BENGKULU, Tintabangsa.com- Tim penyidik bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu terus melanjutkan penyelidikan intensif terhadap kasus dugaan korupsi terkait pembebasan lahan proyek tol Bengkulu-Taba Penanjung tahun 2020.

Dalam perkembangan terbaru, sebagai bagian dari proses pendalaman dan penyidikan, Kejati Bengkulu melaksanakan penggeledahan di kediaman pribadi mewah milik tersangka Hartanto pada Selasa malam, yang dipimpin langsung oleh Ketua Satgas Penyidikan Tim B.

Selama operasi ini, sejumlah ruangan di rumah tersebut diperiksa secara menyeluruh oleh tim penyidik bidang Tindak Pidana Khusus untuk memperoleh informasi dan barang bukti yang relevan.

Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo, melalui Pelaksana Harian Kasi Penkum Kejati Bengkulu, Denny Agustian, mengonfirmasi bahwa penggeledahan dilakukan oleh tim yang dikoordinasikan oleh Ketua Satgas. Selain rumah Hartanto di Jalan Rangkong Gading Cempaka, Kota Bengkulu, penggeledahan juga dilakukan di kediaman tersangka lain, Ahadiya Seftiana, yang berlokasi di kawasan Bumi Ayu, Kota Bengkulu. Adapun Ahadiya Seftiana menjabat sebagai Kepala Bidang Pengukuran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bengkulu Tengah.

Hasil dari penggeledahan tersebut mengungkap sejumlah dokumen penting, kuitansi-kuitansi, serta perangkat elektronik yang kini diamankan sebagai barang bukti pendukung penyidikan.

Pelaksana Harian Kasi Penkum Denny Agustian menyampaikan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari upaya kejaksaan dalam mengumpulkan bukti kuat terkait perkara tersebut. Ia menegaskan bahwa dokumen-dokumen yang disita memiliki keterkaitan langsung dengan perkara yang sedang ditangani.

Dalam kasus pembebasan lahan tol periode 2019–2020 ini, Kejati Bengkulu telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Dua tersangka pertama adalah Hazairin Masrie, mantan Kepala BPN Bengkulu Tengah, dan Ahadiya Seftiana selaku Kepala Bidang Pengukuran BPN Bengkulu Tengah. Tersangka ketiga adalah Hartanto, seorang advokat, dan yang terakhir adalah Ir. Toto Suharto, putra Hadisoemarto sekaligus pimpinan rekanan dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Toto Suharto.

Keempat tersangka ditetapkan berdasarkan alat bukti yang cukup dan dinilai bertanggung jawab atas dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembebasan lahan tersebut. Dugaan pelanggaran ini diduga menyebabkan kerugian negara yang signifikan.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, dakwaan juga mengacu pada Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini mencerminkan komitmen Kejati Bengkulu dalam menangani tindak pidana korupsi secara tegas dan mendalam demi menegakkan supremasi hukum di tanah air.(TB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *