Bengkulu, Tintabangsa.com- Kopi telah menjadi salah satu komoditas unggulan Provinsi Bengkulu, yang kini tengah diupayakan agar mampu mendapatkan pengakuan yang lebih luas, baik di tingkat nasional maupun internasional. Di bawah kepemimpinan Gubernur Helmi Hasan, digagaslah program Kopi Merah Putih sebagai langkah strategis untuk memperkuat posisi kopi Bengkulu agar dapat bersaing di pasar global.
Sebagai provinsi yang menduduki peringkat ketiga dalam produksi kopi di Sumatera, wajar jika Bengkulu memiliki ambisi besar menjadikan kopi sebagai identitas daerah dan sumber kesejahteraan para petani. Namun, secara faktual, kopi Bengkulu masih menghadapi berbagai kendala dalam hal pengakuan. Sebagian besar hasil panen bahkan tercatat sebagai produksi dari provinsi lain, seperti Lampung, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara. Data tahun 2023 mencatat produksi kopi Bengkulu mencapai sekitar 90 ribu ton per tahun, atau setara 7,72 persen dari total produksi kopi nasional.
Isu ini menjadi pokok pembahasan utama dalam kegiatan bertajuk “Ngobrol Penuh Inspirasi” (Ngopi) yang diselenggarakan di Kelurahan Bentiring Permai, Kecamatan Muara Bangkahulu, pada Rabu (1/10). Diskusi berlangsung di kediaman Prof. Dr. Ir. Alnopri, M.Si., seorang Guru Besar di bidang Pemuliaan Tanaman Perkebunan Universitas Bengkulu sekaligus peneliti yang secara konsisten berkontribusi dalam pengembangan riset terkait kopi daerah.
Acara tersebut dihadiri sejumlah pihak penting, meliputi unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi dan Kota Bengkulu, Asisten II Kota Bengkulu Sehmi Alnur, kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Gita Gama, akademisi, pemangku kepentingan, pegiat kopi, hingga komunitas petani.

Dalam diskusi tersebut, pemerintah daerah memberikan penegasan terkait fokus strategis pada beberapa aspek utama: peningkatan efisiensi produksi, perbaikan kelembagaan petani, pembangunan infrastruktur pendukung, serta penguatan citra kopi Bengkulu melalui strategi branding. Salah satu tantangan signifikan yang menjadi sorotan adalah belum adanya sertifikasi internasional pada produk kopi Bengkulu. Ketiadaan sertifikasi ini menjadi hambatan utama bagi upaya menembus pasar global yang menetapkan standar mutu yang sangat tinggi.
Selain itu, sebagian besar petani masih mengandalkan metode tradisional dalam proses pembibitan, pemupukan, hingga panen. Akibatnya, kualitas dan daya saing kopi Bengkulu masih berada di bawah standar yang diperlukan untuk kompetisi tingkat nasional maupun internasional.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Pemerintah Provinsi Bengkulu memperkenalkan program inovatif berupa Kopi Bumi Merah Putih. Program ini dirancang dengan pendekatan agroforestri berbasis konservasi yang mengintegrasikan prinsip livelihood-sustainability nexus serta konsep forest-and-farm interface sebagaimana diperkenalkan oleh FAO.
Analisis SWOT telah menempatkan pengembangan kopi Bengkulu dalam posisi “Hold and Maintain” pada Matriks Internal-External (IE). Posisi ini menunjukkan bahwa sektor kopi memiliki stabilitas yang cukup baik, tetapi masih memerlukan penguatan untuk memungkinkan ekspansi lebih agresif di masa depan.
Kelompok Kerja (Pokja) Kopi Bumi Merah Putih telah memulai sejumlah langkah awal meliputi sosialisasi kepada 32 kelompok tani, pengumpulan sampel tanah untuk analisis kesesuaian lahan budidaya, serta persiapan kontrak untuk sewa pabrik pengolahan kopi di Desa Taba Pasma, Bengkulu Tengah.
Dengan berbagai upaya ini, terdapat harapan besar dari semua pihak agar kopi Bengkulu mampu berkembang lebih pesat, dikenal secara luas, dan menjadi ikon kebanggaan daerah. Kegiatan “Ngopi Inspiratif” tidak semata-mata merupakan bentuk diskusi biasa, tetapi menjadi momentum strategis untuk mempercepat upaya memperkenalkan kopi Bengkulu di pentas nasional maupun global.(ADV)