Lawan Hoaks, 70 Pelajar Bengkulu Dibekali Literasi Digital 

HEADLINE67 Dilihat

Bengkulu –  “Berpikirlah sebelum berkomunikasi dan bertindak sehingga perkataan dan tindakanmu bermakna,” ungkap Angela Romano, akademisi asal Universitas Teknologi Queensland, mengawali workshop Diligent (Digital Literacy Agents), yang digelar di SMAIT Iqro Kota Bengkulu, Selasa (10/12/2024). 

Angela Romano mengatakan, ada lima karakteristik yang dibutuhkan sebagai agen literasi digital. Yakni reasoning atau penalaran dalam hal ini dibutuhkan kemampuan berpikir kritis untuk mempertanyakan informasi, memeriksa fakta, dan memahami latar belakang dan konteks. Lalu respect atau respek merupakan agar dapat menghormati orang lain dan diri sendiri, serta menunjukan perilaku yang membuat bangga dirimu untuk tampilkan di depan umum. 

Kemudian, rights atau hak dapat diartikan agar dapat memahami hak kebebasan berbicara, hak akses ke informasi, dan hak untuk dilindungi dari serangan dan fitnah. Bertindak dalam koridor hukum, dan berdiri tegak ketika hakmu atau hak orang lain dilanggar. Menunjukkan dukungan kepada orang lain, terutama jika mereka dilecehkan secara tidak adil.

Selanjutnya, responsibility atau tanggung jawab ini merupakan terlibat dalam kompetisi yang adil. Dengan menciptakan lingkungan politik yang positif, di mana memungkinkan semua orang merasa yakin atau percaya diri untuk bergabung dan berkomunikasi.

“Mengakui kesalahan bukanlah suatu kelemahan, selama Anda menunjukkan komitmen untuk memperbaiki masalah dan belajar bagaimana memperbaikinya di masa depan,” katanya. 

Terakhir resilience atau tangguh artinya orang yang tangguh mampu bereaksi dengan tenang jika mereka melihat informasi provokatif. Memiliki strategi mengatasi masalah dan menaggapinya dengan konstruktif agar dapat mengolah kritik yang diberikan.

”Hari ini saya gembira bisa bertemu dengan banyak orang muda yang bersemangat untuk memerangi hoax dan menjadi agen informasi yang berintegritas. Namun di mana Anda mendapatkan informasi berkualitas baik? Bagaimana cara menghindari hoax? Bagaimana membuat keputusan yang bijaksana?,” kata Angela. 

Untuk diketahui Program workshop Diligent Digital Literacy Agent merupakan bagian dari award project program short course yang didukung Australia Awards Indonesia (AAI) bekerjasama dengan tiga lembaga awardee penerima program, yakni bincangperempuan.com, Information and Communication Technology (ICT) Watch – Indonesia dan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet). 

Pentingnya Menjaga Integritas Informasi   
Untuk menjaga integritas informasi dan mencegah penyebaran misinformasi. Penting untuk diketahui cara membongkarnya. Sebab Debunking merupakan proses mengekspos dan membuktikan ketidakbenaran dari suatu klaim atau informasi. Proses membongkar kebohogan, taktik atau sumber setelah informasi keliru menyerang. Debunking merupakan proses membongkar kebohogan, taktik atau sumber setelah informasi keliru menyerang. 

Kerja pemeriksa fakta (fact-checker) dalam proses debunking ini dengan memberikan sanggahan dan klaim yang jelas, terhadap suatu informasi lewat hasil pemeriksaan fakta, setelah itu langsung disajikan faktanya kepada pembaca.

Independent Journalist and Founder of Bincang Perempuan, Betty Herlina menjelaskan, langkah-langkah debunking dapat dilakukan dengan identifikasi klaim, tentu klaim atau informasi yang diragukan.  Selain itu, dapat dilakukan dengan cara riset fakta dengan mengumpulkan data dan sumber yang relevan. Lalu, konsultasi ahli cara ini dapat diterapkan dengan menanyakan langsung pendapat ahli di bidang terkait.

Cara lainnya verifikasi sumber, dengan pemeriksaan kredibilitas sumber informasi dan terakhir publikasi hasil. Caranya Bagikan hasil debunking dengan bukti yang jelas.

”Debunking itu salah satu cara mengurangi misinformasi, disinformasi dan malinformasi dengan membantu mencegah penyebaran berita palsu. Meningkatkan literasi digital dengan mendorong kemampuan kritis dalam mengevaluasi informasi. Kita perlu membangun kepercayaan dengan menjaga kepercayaan publik terhadap informasi yang valid dan kredibel,” jelas Betty, AAI Short Course Awardee.

”Saya mengajak generasi Alpa untuk dapat kritis dengan selalu bersikap kritis terhadap informasi yang diterima. Memverifikasi dengan menggunakan teknik verifikasi untuk memeriksa keaslian informasi serta edukasi orang lain tentang pentingnya debunking dan verifikasi informasi,” sambung Betty. 


Berpikir Kritis
Berpikir menganalisis, mengevaluasi, dan menginterpretasi informasi secara obyektif dan rasional merupakan salah satu bentuk berpikir kritis yang mencakup kemampuan untuk membuat penilaian yang dapat diandalkan berdasarkan informasi yang dapat diandalkan. 

AAI Short Course Awardee SAFEnet, Unggul Sagena mengajak, pengguna internet menggunakan pemikiran yang reflektif, independen, jernih, dan rasional serta tidak hanya menerima informasi begitu saja, tetapi juga mengajukan pertanyaan dan menilai kebenaran dengan mempertimbangkan alternatif, terlebih mampu mencari solusi terbaik berdasarkan bukti dan fakta yang ada. 

”Penerapan berpikir kritis mulai dari membaca berita dengan hati-hati, menanyakan suatu pelajaran, mengambil keputusan, memiliki keingintahuan,” sampai Unggul, saat menyampaikan pemaparan materi workshop pembekalan digital literacy agents.  

Pilar Literasi Digital
Pentingnya penguasaan literasi digital. Untuk itu ada 4 Pilar literasi digital. 
Pilar literasi digital sama halnya dengan ”CABE”. Cakap digital, Aman digital, Budaya digital dan Etika digital.   Content Manager @internetsehat.id (ICT Wacth), Alvidha Septianingrum menjelaskan, cakap bermedia digital dinilai mampu mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan lunak dalam lanskap digital, mesin pencarian informasi, aplikasi percakapan dan media sosial,serta aplikasi dompet digital, lokapasar, dan transaksi digital.

Sementara Aman bermedia digital salah satu untuk memastikan individu pengguna layanan digital, baik secara daring maupun luring aman, tidak hanya untuk mengamankan data yang kitamiliki melainkan juga melindungi data pribadi yang bersifat rahasia.

Sisi lainnya Budaya bermedia digital merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, dalam kehidupan sehari−hari. Ruang lingkup budaya digital meliputi budaya Pancasila, digitalisasi budaya, mencintai produk dalam negeri, dan hak-hak digital.

Terakhir Etika Bermedia Digital salah satu kesadaran penuh saat melakukan aktivitas digital, berintegritas untuk menghindari plagiasi dan manipulasi, bertanggung jawab dalam menanggung konsekuensi dari apa yang dilakukan di ruang digital, serta melakukan hal-hal yang dilandaskan oleh nilai kebajikan dan kebermanfaatan.

Untuk melawan hoax, kata Alvidha, ada tiga kategori Kekacauan informasi. Mulai dari Mis-Informasi adalah informasi salah yang disebarkan oleh orang yang mempercayainya sebagai hal yang benar. 

Lalu, Dis-Informasi merupakan informasi salah yang disebarkan oleh orang yang tahu bahwa informasi itu salah. Kemudian, Mal-Informasi adalah informasi yang berdasarkan realitas, tapi digunakan untuk merugikan orang, organisasi, atau negara lain 

”Ciri hoax itu mengaduk-aduk perasaan, minta diviralkan, tidak jelas sumbernya, tidak logis, judul yang provokatif. Jika ada yang menyebar hoaks, lawan dengan cara ”DACK” Dengarkan, Apresiasi, Cek, Klarifikasi. Kita harus ingat Saring sebelum Sharing, Sabar sebelum Sebar,” sampai Alvidha, saat memebrikan pemaparan materi di workshop pembekalan digital literacy agents. 

Baru 80% Masyarakat Indonesia Terkoneksi Internet
Berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), 
Hampir 80% masyarakat Indonesia terkoneksi dengan internet. Di mana tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 79,5 persen.  Dengan jumlah penduduk terkoneksi internet pada tahun 2024, sebanyak 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia tahun 2023. 

Untuk tingkat pertumbuhan penetrasi di Indonesia dari tahun 2018 – 2024, mengalami peningkatan. Di tahun 2018, 64,8 persen, tahun 2020 sebesar 73,7 persen, tahun 2022 sebesar 77,01 persen, tahun 2023, 78,19 persen dan tahun 2024, sebesar 79,5 persen. 

Dari data APJII itu juga menyebutkan 1/3 waktu hidup masyarakat di Indonesua ada di dunia digital. Bahkan dari laporan tahunan microsoft bertajuk Digital Civillity Index (DCI) menyimpulkan netizen Indonesia paling tidak sopan se Asia Tenggara. 

Selain itu, Netizen Indonesia di Dunia pada posisi rangking 29 dari 32 negara dan di ASEAN, berposisi terbawah di Asia Tenggara turun 8 poin dengan skor 76. 
   
”Untuk itu pentinganya literasi digital. Sebab kemampuan untuk mengakses, mengelola, memahami, mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi dan menciptakan informasi dengan aman dan tepat melalui teknologi digital (UNESCO, 2018),” tandas AAI Short Course Awardee, Alvidha Septianingrum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *