Bengkulu, Tintabangsa.com- Situasi politik di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bengkulu kembali menggeliat seiring mendekatnya momen peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Provinsi yang jatuh pada 18 November 2025. Dalam suasana persiapan untuk agenda tahunan tersebut, Sekretariat DPRD dikabarkan telah menerima surat Pergantian Antar Waktu (PAW) Ketua DPRD dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Dokumen ini memiliki implikasi besar, karena dapat menjadi penanda arah baru dalam kepemimpinan lembaga legislatif di provinsi ini.
Wakil Ketua I DPRD Provinsi Bengkulu, Teuku Zulkarnain, SE., menyatakan bahwa surat tersebut telah resmi diterima oleh Sekretariat Dewan. Namun, muncul pertanyaan penting: apakah surat PAW tersebut akan dibacakan dalam rapat paripurna istimewa yang berlangsung bersamaan dengan peringatan HUT Provinsi—forum formal yang dihadiri oleh unsur pimpinan daerah, perwakilan pemerintah pusat, hingga tamu kehormatan?
Menurut Teuku Zulkarnain, peluang untuk pembacaan surat tersebut dalam paripurna cukup besar. Ia menjelaskan bahwa prosedur biasa dalam lembaga legislatif memberikan ruang bagi pembacaan dokumen resmi yang masuk ke sekretariat pada forum paripurna.
Ia menuturkan bahwa pembacaan surat pada rapat paripurna merupakan langkah yang lazim. Ketidakhadiran pembacaan di forum tersebut justru berpotensi menimbulkan pertanyaan dari para anggota. Jika mekanisme itu direalisasikan, maka para tamu undangan, mulai dari Forum Komunikasi Pimpinan Daerah hingga delegasi dari berbagai kabupaten/kota, akan menjadi saksi simbolik atas pergantian Ketua DPRD Bengkulu. Hal ini memiliki arti besar dalam memberikan kepastian akan dinamika politik lokal.
Namun demikian, jika dokumen tersebut tidak dibahas atau diumumkan dalam forum tersebut, potensi adanya keberatan dari sejumlah anggota semakin besar. Kemungkinan aksi walk out juga tidak dapat dikesampingkan, mengingat pola seperti itu sering kali mewarnai dinamika di DPRD.
Teuku menilai dinamika di kalangan anggota DPRD akan sangat menentukan proses ini. Ia mengungkapkan bahwa setiap surat yang masuk biasanya memancing respons, sehingga pengelolaan isu ini memerlukan kecermatan.
Terlepas dari itu, isu PAW ini bukan hanya perkara administratif, tetapi juga berkaitan erat dengan keseimbangan kekuatan politik serta ketaatan terhadap instruksi partai induk. Proses relasi antara DPD dan DPP Partai Golkar turut menjadi bagian penting dalam isu ini.
Di pihak DPD Partai Golkar Provinsi Bengkulu, upaya untuk meredam eskalasi tensi politik dilakukan oleh Ketua DPD Syamsurachman. Ia menekankan bahwa proses PAW sejauh ini berjalan sebagaimana mestinya tanpa ada polemik berarti. Syamsurachman juga membantah pernyataan Ketua DPRD saat ini, Sumardi, yang menyebut kemungkinan PAW sebagai sesuatu yang kecil untuk terealisasi. Ia menegaskan bahwa pihak Golkar sedang menjalankan proses organisasi berdasarkan prosedur tetap dan profesionalisme internalnya.
Syamsurachman mengingatkan kembali nilai utama Partai Golkar, yakni persaudaraan internal yang harus senantiasa dijaga terlepas dari dinamika jabatan yang bersifat sementara. Menurutnya, jabatan memiliki periode waktu tertentu—baik satu tahun, dua tahun, atau hingga lima tahun—namun prinsip kolegialitas tidak memiliki batas waktu dan harus senantiasa dirawat oleh seluruh kader Partai Golkar.
Sementara itu, otoritas puncak atas keputusan PAW tersebut ditegaskan oleh Ketua Bidang Organisasi DPP Partai Golkar, Yahya Zaini. Ia menyatakan bahwa keputusan pergantian Ketua DPRD sepenuhnya berada dalam wewenang DPP Partai Golkar dan tidak bersifat ambigu. Dalam pandangannya, tugas DPD hanyalah melaksanakan instruksi tersebut tanpa interpretasi ganda.
Yahya juga menegaskan legalitas administratif surat pengantar PAW yang ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) DPD Golkar Bengkulu. Ia yakin bahwa Plt memiliki kewenangan yang sah berdasarkan mandat dari DPP. “Segala keputusan DPP mengikat semua kader tanpa terkecuali,” jelasnya seraya mengingatkan agar internal partai tidak menjadikan isu ini sebagai kapal pecah di arena publik.(TB)

