SK 98: Penyelesaian Sunyi dan Diamnya 10 Wali Siswa?

Bengkulu, Tintabangsa.com- Dari 43 wali siswa yang sebelumnya vokal menuntut keadilan untuk anak-anak mereka, kini hanya tersisa 11 orang yang masih bertahan memperjuangkan hak. Sementara itu, sebagian besar lainnya telah memilih diam, dengan kabar bahwa 10 dari mereka benar-benar menghilang dari perbincangan.(07/10/2025)

Ke-10 wali siswa tersebut tidak lagi terlihat mendampingi kelompok yang masih aktif bersuara. Suara mereka tak terdengar lagi sejak kegiatan audiensi dengan Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu beberapa waktu lalu.

Keheningan ini seolah mulai terkuak setelah beredarnya sebuah dokumen bernama SK 98. Surat keputusan tersebut diduga berisi daftar nama siswa yang mengisi kuota penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMAN 5 Kota Bengkulu, kuota yang sebelumnya dianggap tidak transparan dan misterius.

Menariknya, dalam dokumen SK 98 tersebut diduga mencantumkan nama 10 siswa yang sebelumnya terlibat dalam permasalahan hingga menggerakkan para wali siswa untuk turut bersuara lantang. Beberapa sumber bahkan menyebutkan bahwa surat ini disusun untuk meredam keresahan, meski terdapat dugaan bahwa tanggal penerbitannya disesuaikan atau dimundurkan demi menyelaraskan situasi praktik yang sering dikenal sebagai backdating dalam administrasi.

“Tadinya anak-anak mereka ikut protes sampai ke DPR, tapi di SK 98 cuma ada delapan, dua sisanya enggak jelas kenapa enggak masuk, walaupun sekarang anaknya tetap ada di kelas,” ungkap seorang narasumber.

Fenomena ini menguatkan dugaan bahwa 10 wali siswa yang dulunya lantang bersuara kini telah “terakomodasi” melalui SK 98 tersebut. Ini menjadi gambaran bagaimana konflik dapat diredam bukan dengan transparansi, melainkan kompromi yang terbungkus rapi.

Jika benar demikian, SK 98 bukan hanya sekadar surat keputusan administratif, melainkan simbol bagaimana kekuasaan dapat menggunakan legalitas untuk membungkam kritik menciptakan jalan keluar sunyi bagi pihak-pihak yang sebelumnya vokal. Sebelumnya, beberapa media nasional juga pernah mengungkap pola serupa: konflik dalam dunia pendidikan yang diselesaikan tanpa publikasi melalui solusi administratif yang akhirnya meredakan protes.

Namun demikian, hingga ada penjelasan terbuka dari pihak terkait, temuan ini tetap berada dalam kerangka praduga tak bersalah. Meski begitu, masyarakat berhak mengetahui alasan di balik pengisian 98 kuota PPDB tersebut yang sebelumnya tidak diumumkan secara transparan dan diduga menyimpang dari jalur seleksi semestinya.(TB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *