Bengkulu, Tintabangsa.com- Kasus dugaan tindak pidana korupsi di sektor pertambangan batubara yang menyeret nama Beby Hussy sebagai tersangka utama terus menjadi sorotan publik. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu mengungkapkan bahwa potensi kerugian negara yang diakibatkan oleh praktik ilegal ini mencapai Rp500 miliar. Namun, hingga September 2025, penyidik baru mampu merampungkan penyitaan aset dengan nilai total Rp103,3 miliar lebih.
Kasi Pidana Khusus Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo, bersama dengan sejumlah pejabat Kejati lainnya, yaitu Asisten Pengawasan Andri Kurniawan, Asisten Pidana Umum Herwin, serta Koordinator Dodi, menjelaskan bahwa upaya pengembalian kerugian negara dilaksanakan secara bertahap. Dalam penjelasannya, Danang menyatakan bahwa aset yang ditelusuri meliputi uang tunai dalam bentuk rupiah maupun mata uang asing, serta barang berharga hasil dari tindak pidana korupsi, pencucian uang (TPPU), dan suap.
Sejumlah aset dan rekening milik tersangka serta pihak terkait telah disita oleh tim penyidik. Dari Bank Mandiri, mereka berhasil membekukan tujuh rekening atas nama Beby Hussy dan anaknya, Sakya Hussy, dengan akumulasi nilai sekitar Rp27 miliar. Sementara itu, dari institusi perbankan lain seperti BNI, sebanyak 37 rekening milik tersangka, saksi, maupun perusahaan batubara berhasil disita dengan nilai mencapai Rp44 miliar.
Di Maybank, penyidik menemukan 20 rekening dengan total saldo sebesar Rp19 miliar, ditambah penyitaan mata uang asing berupa yen sejumlah ¥43.200.000. Penyitaan juga dilakukan terhadap Ardi Setiawan, seorang inspektur tambang di Dinas ESDM, yang diketahui telah mengembalikan kerugian negara senilai Rp180 juta. Selain itu, Dewi Wahyuni Yeo, istri dari salah satu tersangka yang diduga terlibat dalam TPPU, juga menyerahkan dana tambahan sebesar Rp136,35 juta. Secara keseluruhan, jumlah aset yang berhasil disita hingga saat ini mencapai Rp103.354.602.345 mencakup bentuk rupiah dan valuta asing.
Danang menggarisbawahi bahwa Kejati Bengkulu bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menghitung total kerugian negara sekaligus menilai nilai aset yang telah berhasil disita. Tidak hanya menyasar uang tunai, penyidik turut menyita berbagai barang berharga seperti rumah tinggal, kendaraan mewah, alat berat pertambangan, hasil tambang batubara, serta perhiasan emas dan mutiara.
Proses penghitungan tersebut dirancang untuk memastikan semua bentuk aset sitaan diperhitungkan secara akurat sebagai hasil dari tindak pidana korupsi maupun TPPU. Meski nilai aset yang telah disita cukup signifikan, masih terdapat kesenjangan besar dibandingkan dengan estimasi total kerugian negara yang mencapai Rp500 miliar.
Danang menegaskan bahwa tim penyidik akan terus melakukan pelacakan terhadap aliran dana dan keberadaan aset milik tersangka maupun pihak lain yang diduga terlibat dalam kegiatan ilegal ini. Upaya tersebut mencakup penelusuran aset di wilayah domestik maupun luar negeri.
Langkah-langkah intensif ini menimbulkan harapan besar dari masyarakat Bengkulu agar kasus tersebut dapat ditangani secara transparan dan tuntas. Selain mengoptimalkan pengembalian kerugian negara, tindakan hukum yang tegas ini diharapkan mampu memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi khususnya di sektor pertambangan batubara.(TB)