Bengkulu.tintabangsa.com- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan terkait pemberian kredit perbankan kepada perusahaan kelapa sawit PT Desaria Plantation Mining (DPM), pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Kedua tersangka adalah Sartono, mantan bankir yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kepala Divisi Bisnis Agro periode 2016-2019, serta Faris Abdul Rahim, seorang karyawan swasta di bank yang sama.
David Palapa Duarsa, Asisten Intelijen Kejati Bengkulu, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan penahanan terhadap kedua tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi terkait penyalahgunaan fasilitas kredit senilai Rp 119 miliar yang diberikan kepada PT DPM untuk lokasi usaha di Kabupaten Kaur.
Sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan tertanggal 25 Juli 2025, perhitungan kerugian negara akibat kasus ini masih berjalan. Ketua Tim Penyidik Kejati Bengkulu, Candra Kirana, menjelaskan bahwa penyidik menemukan indikasi pelanggaran hukum dalam penggunaan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 2.489 hektare berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Agraria ATR/BPN Nomor 81 Tahun 2016 yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kaur. Lahan tersebut terbagi menjadi dua bidang HGU.
Pada September 2016, PT DPM mengajukan kredit ke bank dengan menjadikan HGU tersebut sebagai jaminan. Namun, kredit tersebut macet sehingga berujung pada proses lelang. Sayangnya, sejak tahun 2021 hingga 7 Juli 2025, proses lelang tersebut tidak berhasil karena tidak ada penawaran masuk.
Berdasarkan pemeriksaan di lapangan, ditemukan bahwa sebagian wilayah HGU yang dilelang adalah tanah milik masyarakat yang belum memperoleh ganti rugi.
Bahkan sebagian tanah warga turut masuk di dalam kawasan HGU, yang membuat proses tersebut dianggap bermasalah. Selain itu, dana hasil kredit tidak digunakan secara optimal oleh perusahaan. Mereka tidak mengalokasikan dana sebagaimana rencana awal, seperti untuk keperluan perluasan atau pemeliharaan tanaman kelapa sawit.
Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya ketidakwajaran dalam pengelolaan dana tersebut.(**)