DPRD Provinsi: Perusahaan di Provinsi Bengkulu Wajib Patuhi Kenaikan UMP 2025

Bengkulu, Tintabangsa.com – Upah Minimum Provinsi (UMP) Bengkulu tahun 2025 sudah ditetapkan Rp 2.670.039 atau hanya naik Rp 162.960 dibanding UMP Provinsi Bengkulu tahun 2024 sebesar Rp 2.507.079.

Kenaikan UMP 6,5 persen tersebut menyesuaikan kenaikan Upah Minimum Nasional (UMN) tahun 2025 yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto.

UMP Bengkulu ditetapkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu, melalui Surat Keputusan (SK) nomor M632 Nakertrans 2024 pada tanggal 10 Desember 2024.

UMP Bengkulu Rp 2.670.039 wajib diterapkan oleh perusahaan mulai 1 Januari 2025 mendatang.

Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring SH menegaskan, UMP Bengkulu yang telah ditetapkan tidak boleh dilanggar oleh perusahaan. Jika dilanggar, sanksinya sudah menunggu.

Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 Pasal 88E ayat 2 jo Pasal 185, sanksi diterapkan berupa penjara selama 1 sampai 4 tahun atau denda Rp 100 juta sampai Rp 400 juta. “Pembayaran upah kepada pekerjaan itu tidak boleh di bawah UMP. Kalau tetap dilakukan, maka ada sanksinya,” terang Usin, Rabu, 11 Desember 2024.

Tidak hanya itu, perusahaan yang tidak membayarkan gaji pekerja sesuai UMP, juga bisa dicabut izin usahanya. Jika ditemukan, DPRD Provinsi akan memberikan rekomendasi tersebut kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, untuk memberikan sanksi tegas. “Kita berikan rekomendasi sanksi terhadap perusahaan yang tidak mematuhi UMP. Agar izin usahanya dicabut,” tuturnya.

Usin menegaskan, pengawasan penerapan UMP itu menjadi penting dilakukan. Kondisi saat ini masih ada perusahaan yang diam-diam memberikan gaji pekerja tidak sesuai dengan UMP. “Maka kepada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi, untuk melakukan pengawasan,” tambah Usin.

Usin menilai, pekerja juga merasa takut melapor ketika gajinya dibayar tidak sesuai UMP. Untuk itu, Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu akan membuka kotak pengaduan bagi pekerja yang gajinya masih di bawah UMP. Langkah itu agar bisa memberikan ruang bagi pekerja menyampaikan keberlangsungan nasibnya, karena gaji yang belum sesuai dengan UMP. “Nama pelapor akan dirahasiakan, dan jika terbukti perusahaan membayar di bawah UMP setiap bulannya, kami akan mengambil tindakan tegas,” jelas Usin.

Di sisi lain, Usin menilai kenaikan UMP hanya 6,5 persen masih terlalu rendah. Sebab, pertumbuhan ekonomi Bengkulu sudah membaik. Para pekerja juga dihadapkan dengan kondisi harga pangan, jasa, dan barang yang terus mengalami kenaikan. “Kenaikan UMP sebesar 6,5 persen itu tidak cukup untuk menjaga daya beli pekerja, sementara harga-harga kebutuhan pokok terus naik,” tambahnya. Meski demikian, Usin mendesak agar kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) bisa tinggi dari UMP. Agar keputusan tersebut dapat membantu kesejahteraan pekerja di Provinsi Bengkulu.

Saat ini, di Provinsi Bengkulu, masih terdapat enam kabupaten yang tergantung dengan penetapan UMP. Seperti Kabupaten Seluma, Bengkulu Selatan, Kaur, Kepahiang, Rejang Lebong dan Lebong.

Sedangkan empat kabupaten/kota lainya sudah memiliki Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Yaitu, Kota Bengkulu, Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah dan Mukomuko. “UMK itu seharusnya lebih tinggi dibandingkan UMP,” tegas Usin. (Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *