Pendahuluan
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. kemampuan sosial anak dapat diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, ketika anak sudah mampu mengenal lingkungannya. Hurlock (1978:250) dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan” mengatakan bahwa perkembangan sosial adalah kemampuan seseorang dalam bersikap atau berperilaku dalam berinteraksi dengan unsur sosialisasi di masyarakat yang sesuai dengan tuntunan sosial. Menurut Nurjannah (2017) dalam jurnal berjudul “Mengembangkan Kecerdasan Sosial Emosional Anak Usia Dini Melalui Keteladanan”, perkembangan sosial emosional anak usia dini merupakan proses belajar pada diri anak tentang berinteraksi dengan orang disekitarnya yang sesuai dengan aturan sosial dan anak lebih mampu dalam mengandalikan perasaannya yang sesuai dengan kemampuannya dalam mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaannya yang diperoleh secara bertahap dan melalui proses penguatan dan modeling. Dari pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa Perkembangan sosial emosional anak adalah proses belajar anak dalam menyesuaikan diri di lingkungannya untuk memahami keadaan serta perasaan ketika berinteraksi dengan orang lain yang mereka peroleh dengan cara mendengar, mengamati, dan meniru hal-hal yang dilihatnya.
Perkembangan sosial emosional anak merupakan perkembangan tingkah laku pada anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. pada masa ini proses anak belajar dalam menyesuaikan diri dengan norma, moral dan tradisi dalam masyarakat. Piaget dalam teorinya menyebutkan adanya sifat egosentris yang tinggi pada anak karena anak belum dapat memahami perbedaan perspektif pikiran orang lain. Pada tahap ini anak hanya mementingkan dirinya sendiri dan belum mampu bersosialisasi dengan baik dengan orang lain.
Menurut Hurlock 2000 dalam Musyafaroh (2017) dalam jurnal berjudul “Peran Guru Bibingan Dan Konseling Dalam Meningkatkan Kemampuan Sosial Emosional Anak Usia Dini” untuk mencapai perkembangan sosial dan mampu bermasyarakat, seorang individu harus memerlukan tiga proses. ketiga proses tersebut saling berkaitan dan apabila terjadi kegagalan dalam satu proses dari tiga proses tersebut, maka akan menurunkan kadar sosialisasi individu tersebut. ketiga proses tersebut adalah; pertama, perprilaku yang dapat diterima secara sosial dan setiap kelompok masyarakat memiliki standar perilaku tersebut. Kedua, belajar memainkan peran sosial. Ketiga, perkembangan proses sosial yakni menyukai orang lain dan kegiatannya. Menurut Moh Padil dan Trio Supriyatno dalam Musyarofah (2017) “Peran Guru Bibingan Dan Konseling Dalam Meningkatkan Kemampuan Sosial Emosional Anak Usia Dini” perkembangan sosial anak dapat dilakukan dengan du acara: pertama, proses belajar sosial dan pembentukan loyalitas sosial.
Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa proses sosial anak dapat dikembangkan dengan cara mengajak anak secara langsung berinteraksi dengan lingkungan sekitanya. Dengan demikian perlahan kemampuan bersosial dalam diri anak akan terus berkembang dan pada proses ini juga perkembangan emosi anak juga akan berkembang. Salah satu stimulasi yang dapat diberika pada anak usia dalam menunjang perkembagan sosial emosional anak adalah dengan melakukan kegiatan bermain peran. Kegiatan bermain peran adalah kegiatan yang melibatkan aktivitas seluruh tubuh anak secara langsung dalam melakukan peran yang akan dimainkan. Metodebermain peran merupakanmetode yang tepat untuk diberikan kepada anak usia dini, karena metode ini dinilai menyenangkan sehingga dapat memberikan rangsangan terhadap perkembangan sosialemosional anak. metode bermain peran juga dapat melatih imajinasi anak yang dapat disesuaikan dengan kreatifitas mereka dan mampu meniru watak dan tingkah laku orang lain. Menurut Hildebrand (Maimunah, 2009) dalam jurnal berjudul “Pendidikan Anak Usia Dini”, bermain berarti berlatih, mengeksploitasi, merekayasa, mengulang latihan apapun yang dapat dilakukan untuk mentransformasi secara imajinatif hal-hal yang sama dengan dunia orang dewasa.
Pembahasan
Bermain peran disebut juga main simbolis, pura-pura, fantasi, imajinasi atau main drama sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial dan emosi anak pada usia 3-6 tahun. Metode pembelajaran bermain peran atau “role play” adalah metode yang sangat efektif digunakan untuk mensimulasikan keadaan nyata Dalam metode ini disusun sebuah skenario pembelajaran berdasarkan pada prosedur operasional atau kegiatan tertentu yang akan diajarkan.Kegiatan bermain khayal atau pura-pura ini melibatkan unsur imajinasi dan peniruan terhadap perilaku orang dewasa. Misalnya, bermain dokter-dokteran, ibu-ibuan, pasar-pasaran, sekolah-sekolahan,polisi-polisian, dan lainnya.
Menurut Tedjasaputra (2001) dalam jurnal yang berjudul “bermain, mainan, dan permainan”, kegiatan bermain ini dikategorikan sebagai kegiatan bermain (peran Dramatik). Khayalan anak seringkali menggambarkan keinginan, perasaan dan pandangan anak mengenai dunia sekelilingnya. Dalam kegiatan bermain ini anak kerap sekali mengubah identitasnya, namanya cara bicaranya dan berpakaiannya maupun melakukan tindakan yang sama sekali.
Berbeda dalam perilakunya sehari-hari. Khayalan anak juga mencerminkan keaslian atau kemampuan menemukan atau menciptakan sesuatu yang baru.
Melalui khayalannya dalam bermain, anak mengemukakan gagasan yang asli hasil ciptaanya sendiri, dan selalu menemukan hal-hal baru yang menyenangkan. bermain khayal atau bermain peran termasuk salah satu jenis bermain aktif, dan diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi dan anak memerankan yang ia pilih.Menurut Roestiyah (2008) dalam jurnal yang berjudul “Strategi Belajar Mengajar”, sosiodramaialah siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia. Dengan sosiodrama mereka dapat menghayati peranan apa yang dimainkan, mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru, belajar watak orang lain, cara bergaul dengan orang lain, cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain. Bermain pura-pura menurut Moeslichatoen (2004) dalam jurnal yang berjudul “Metode Pengajaran Di Taman Kanak – Kanak” adalah bermain yang menggunakan daya khayal yaitu dengan memakai bahasa atau berpura-pura bertingkah laku seperti benda tertentu, situasi tertentu, atau orang tertentu, dan binatang tertentu yang dalam dunia nyata tidak dilakukan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran degnan metode bermain peran (sosial drama) adalah pembelajaran dengan cara seolah-olah berada dalam situasi untuk memperoleh suatu pemahaman tentang suatu konsep sosial dalam kehidupan masyarakat.
Dalam metode ini siswa berkesempatan terlibat secara aktif sehingga akan lebih mudah memahami konsep dan dapat menikmati pembelajaran dengan cara yang menyenangkan serta akan mudah dalam mengingatnya.
Menurut Erikson danVygotsky (Mutiah, 2010) dalam jurnal berjudul “Penerapan Metode Bermain Peran Makro Terhadap Kemampuan Berbicara” ,ada dua jenis bermain peran, yaitu :
1. Bermain peran skala makro yaitu anak berperan sesungguhnya dan menjadi seseorang atau sesuatu. Saat anak memiliki pengalaman sehari-hari dengan main peran makro (tema seputar kehidupan nyata).
2. Bermain peran skala mikro yaitu anak memegang atau menggerakkan benda-benda berukuran kecil untuk menyusun adegan. Saat anak main peran mikro belajar untuk menghubungkan dan mengambil sudut pandang dari orang lain. Dalam bermain peran mikro, anak-anak belajar menjadi saudara, memainkan boneka, dan mainan berukuran kecil seperti rumah-rumahan, tempat tidur mini (seperti bermain boneka barbie). Biasanya mereka akan membuat percakapan sendiri.
Pemilihan metode yang sesuai dengan pengembangan keterampilan emosional anak harus disesuaikan dengan program kegiatan yang bertujuan mengembangkan sosial emosinal anak. Perkembangan sosial adalah tingkat jalinan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari orang tua,saudara, teman bermain, hingga masyarakat secara luas.
Perkembangan emosional adalah luapan perasaan ketika anak berinteraksi dengan orang lain. Menurut Lawrence E. Shapiro(Suyadi, 2010) dalam jura berjudul “Peran Orangtua Dalam Mengembangkan Kemampuan Sosial Emosional Anak Usia Dini”, emosi sifatnya psikis atau kejiwaan, maka emosi hanya dapat dikaji melalui letupan-letupan emosional atau gejala-gejala dan fenomena-fenomena, seperti kondisi sedih, gembira, gelisah, benci dan lain sebagainya.
Perkembangan sosial emosional adalah kepekaan anakuntuk memahami perasaan orang lain ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar penelitian yang berkaitan pada dengan hubungan sosial manusia, menunjukkan, bahwa pengalaman sosial awal (keluarga) dan dimulai pada masa kanak-kanak dan akan menetap pada diri seseorang dan berpengaruh untuk kehidupan orang tersebut.
Wulan dalam Mulyani 2014 dalam jurnal berjjudul “Upaya Meningkatkan Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini”. Ada beberapa hal yang mempengaruhi pengalaman sosial pada anak usia dini, sebagai berikut:
1. Penyesuaian sosial, jika perilaku menyesuaikan diri pada anak berkembang dengan baik, maka akan menetap pada diri anak hingga ia dewasa.
2. Keterampilan sosial, sikap yang tertanam pada diri anak akan berpengaruh pada keterampilannya dalam bergaul.
3. Partisipasi aktif, pengalaman sosial sejak dini pada diri anak akan mempengaruhi keaktifan seorang anak dalam berpartispasi di masyarakat hingga ia dewasa.
Ketiga poin di atas saling berkiatan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Kesimpulan
Kesimpulannya perkembangan sosial emosional dapat di kembangkan melalui kegiatan main peran karena dalam kegiatan main peran anak dilatih untuk mampu menyesuaikan diri dengan peran yang diambil. Kemampuan menyesuaikan diri dengan baik akan memudahkan anak memiliki keterampilan dalam bergaul atau berteman. Dan memiliki kemampuan bergaul yang baik akan membuat anak giat dalam berpartipasi di lingkungannya. Aspek sosial emosional pada anak usia dini sangat penting dikembangkan sejak usia dini. Anak yang cerdas sosial emosionalnya akan mengatarkannya memiliki jaringan pergaulan yang luas dan kedepan anak akan memiliki keterampilan kerja sama yang baik dan memudahkannya dalam memperoleh pekerjaan. Dan pemberian stimulasi yang sesuai dengan tahap perkembangan anak usia dini juga akan membantu dalam meningkatkan perekembangan anak terutama pada aspek perkembangan sosial emosional anak. bermain peran dapat menjadi salah satu stimulasi yang tepat dalam pengupayaan tersebut.
Penulis: Agung Afif Riyadi (Mahasiswa Semester IV, Prodi PG-PAUD, Universitas Muhammadiyah Tangerang)