Kedepankan Rehabilitasi, Jampidum Setujui Penghentian Penuntutan Kasus Narkotika di Kejari Bengkulu

Bengkulu – Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) kembali menegaskan komitmen penegakan hukum yang berorientasi pada pemulihan.

Pada Senin (15/12/2025), Jampidum menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu.

Persetujuan ini dicapai setelah ekspose perkara yang digelar secara daring pada pukul 12.30 WIB.

Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu, Dr. Yeni Puspita, S.H., M.H., didampingi Kasi Pidana Umum Dr. Rusydi Sastrawan, S.H., M.H., serta jajaran Jaksa Fasilitator memaparkan duduk perkara di hadapan perwakilan Jampidum (Direktur A dan Direktur C).

Dalam ekspose tersebut, Kejari Bengkulu mengajukan penyelesaian perkara atas nama tersangka Rahmat Hidayat alias Ahmat bin Nazarudin Latif.

Langkah ini diambil dengan merujuk pada Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi.

Bukan Jaringan Pengedar

Kasus bermula pada Minggu, 5 Oktober 2025, ketika Tim Resnarkoba Polres Bengkulu menangkap Rahmat. Dari penggeledahan, petugas menemukan total 3 butir pil ekstasi (MDMA) dengan berat bersih 1,10 gram.

Berdasarkan hasil asesmen terpadu Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Bengkulu, Rahmat dikategorikan sebagai korban penyalahguna dengan klasifikasi “coba pakai”. Tes urine tersangka juga menunjukkan hasil positif Amphetamine dan Metamphetamine.

Kajari Bengkulu, Dr. Yeni Puspita, melalui Kasi Pidum Dr. Rusydi Sastrawan menjelaskan bahwa persetujuan Restorative Justice ini didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan dan hukum yang matang.

“Tersangka bukan bagian dari jaringan peredaran gelap narkotika (jaringan pengedar). Barang bukti yang ditemukan tidak melebihi batas pemakaian satu hari sebagaimana diatur dalam pedoman, yakni di bawah 2,4 gram MDMA. Selain itu, ini adalah tindak pidana pertama yang dilakukan tersangka,” ungkap Rusydi.

Fokus pada Pemulihan

Alih-alih hukuman penjara, pendekatan keadilan restoratif menitikberatkan pada pemulihan pelaku. Berdasarkan rekomendasi Tim Asesmen Terpadu (TAT) BNNK Bengkulu tertanggal 10 November 2025, Rahmat dinyatakan layak menjalani rehabilitasi rawat inap.

Pihak keluarga, khususnya istri tersangka, juga telah memberikan jaminan tertulis bahwa Rahmat bersedia menjalani proses rehabilitasi hingga tuntas.

“Sesuai arahan pimpinan, tersangka akan menjalani program rehabilitasi rawat inap selama tiga bulan di Rumah Rehabilitasi BNNP Bengkulu. Ini adalah upaya negara untuk menyelamatkan korban penyalahgunaan narkotika agar bisa kembali berfungsi sosial di masyarakat,” pungkas Rusydi.

Langkah Kejari Bengkulu ini menambah daftar panjang keberhasilan Kejaksaan dalam menerapkan Restorative Justice, mengubah paradigma penghukuman retributif menjadi rehabilitatif bagi para korban penyalahgunaan narkotika. *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *