Bengkulu, Tintabangsa.com- Pemerintah Provinsi Bengkulu mengajukan rencana pendirian dua Rumah Perlindungan bagi korban kekerasan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Langkah ini diambil karena kebutuhan fasilitas perlindungan di wilayah tersebut semakin mendesak, terutama dengan meningkatnya jumlah kasus kekerasan.
Rencana tersebut mencakup renovasi aset daerah di Kabupaten Bengkulu Tengah dan Lebong sebagai lokasi Rumah Aman, bukan pembangunan gedung baru. Skema ini dianggap lebih cepat dan efisien dalam menyediakan perlindungan yang memadai bagi korban.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Bengkulu, Ns Gusti Miniarti, menyatakan bahwa usulan tersebut telah resmi diajukan ke pemerintah pusat. Namun, Gusti mengungkapkan adanya kendala di beberapa kabupaten karena belum adanya penetapan aset daerah sebagai Rumah Aman, yang berimbas pada terhambatnya pengajuan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik ke pusat.
Gusti menekankan pentingnya Rumah Aman sebagai tempat perlindungan untuk korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan seksual, kekerasan anak, hingga tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Ia menjelaskan bahwa banyak korban masih tinggal di dekat pelaku, yang menyebabkan trauma berkepanjangan serta sulitnya pemulihan psikologis.

Rumah Perlindungan ini dirancang dengan fasilitas lengkap termasuk tempat tinggal aman, dukungan psikologis, perlindungan keamanan, dan pemenuhan kebutuhan dasar. Gusti juga mengingatkan bahwa keberadaan Rumah Aman merupakan kewajiban hukum sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 yang mengharuskan negara memberikan ruang aman bagi saksi dan korban tindak pidana.
Pemprov Bengkulu berharap Kementerian PPPA segera menyetujui usulan tersebut agar kebutuhan ruang perlindungan di wilayah ini bisa terpenuhi. Selain itu, Gusti mengingatkan bahwa masih ada beberapa daerah di Bengkulu yang tidak menerima DAK Non-Fisik dari Kementerian PPPA untuk tahun 2025. Daerah tersebut meliputi Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Rejang Lebong, dan Kota Bengkulu.
Di sisi lain, Kabupaten Bengkulu Tengah mendapatkan alokasi DAK Non-Fisik terbesar di provinsi ini dengan total lebih dari Rp500 juta. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Gusti setelah Rapat Koordinasi dan Evaluasi Penyelenggaraan DAK Non-Fisik PPA 2025 yang berlangsung di Grage Hotel Bengkulu.
Menurut Gusti, kegagalan beberapa daerah menerima DAK disebabkan oleh berbagai faktor seperti rendahnya kompetensi sumber daya manusia (SDM) serta kurangnya pemahaman teknis dalam penyusunan program usulan. Ia juga menyoroti perlunya peningkatan kualitas SDM untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam memperoleh DAK Non-Fisik di tahun-tahun berikutnya.
Mutasi pegawai yang terlalu sering disebut sebagai salah satu kendala klasik lainnya, karena petugas baru membutuhkan waktu untuk beradaptasi, sehingga pelaksanaan program menjadi terhambat. Gusti menegaskan bahwa seluruh daerah harus lebih aktif mengatur program mereka secara cepat agar tidak tertinggal dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Pemprov Bengkulu berkomitmen untuk mendampingi kabupaten dan kota yang mengalami kendala teknis, memastikan agar semua daerah mampu bersaing serta mendapatkan alokasi dana yang diperlukan untuk mempercepat penanganan kasus kekerasan.(ADV)

