Kejati Bengkulu Kukuhkan Nota Kesepakatan Pelaksanaan Pidana Kerja Sosial Bagian Dari Penerapan RJ

Bengkulu, Tintabangsa.com- Kejaksaan Tinggi Bengkulu, bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu, telah mengukuhkan nota kesepahaman terkait pelaksanaan pidana kerja sosial sebagai bagian dari penerapan Restorative Justice (RJ). Acara tersebut berlangsung di Balai Raya Semarak Bengkulu, dihadiri oleh Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Dr. Undang Mugopal, S.H., M.H.

Partisipasi dalam kegiatan ini tidak hanya melibatkan Pemerintah Provinsi Bengkulu, tetapi juga diikuti oleh para Kepala Kejaksaan Negeri se-Provinsi Bengkulu, Wali Kota Bengkulu, serta sejumlah Bupati dari wilayah provinsi tersebut.

Dr. Undang Mugopal, dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, menjelaskan bahwa pidana kerja sosial akan dilaksanakan di bawah pengawasan jaksa dan dibantu oleh pembimbing kemasyarakatan. Ia menegaskan bahwa pidana ini dirancang untuk diterapkan pada tindak pidana ringan dengan ancaman hukuman penjara di bawah lima tahun, khususnya bagi terdakwa yang dijatuhi vonis pidana penjara maksimal enam bulan atau denda kategori II sebesar Rp10 juta.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pelaksanaan pidana kerja sosial harus bebas dari unsur komersialisasi dan dibatasi hingga delapan jam per hari, sebagaimana diatur dalam KUHP 2023. Berbagai faktor akan dipertimbangkan dalam pelaksanaannya, seperti usia terdakwa yang telah lanjut (di atas 75 tahun), status sebagai pelaku pertama kali, kerugian korban yang tergolong kecil, serta adanya itikad baik dari terdakwa untuk mengganti kerugian.

Terkait jenis kegiatan kerja sosial, terdapat sekitar 300 bentuk aktivitas yang dapat disesuaikan dengan kapasitas pelaku, mulai dari membersihkan tempat ibadah dan saluran air hingga membantu urusan administrasi seperti pengelolaan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, menyambut baik inisiatif ini dan menilai bahwa program Restorative Justice, termasuk pidana kerja sosial, mencerminkan pendekatan keadilan yang lebih humanis. Program tersebut juga dianggap mampu mengurangi tekanan pada lembaga pemasyarakatan.

Kajati Bengkulu, Victor Antonius Saragih Sidabutar, menambahkan bahwa perjanjian kerja sama ini merupakan upaya persiapan dalam menghadapi implementasi KUHP baru yang akan berlaku mulai Januari 2026. Ia menekankan pentingnya penerapan Restorative Justice untuk mengurangi tingkat kepadatan di lembaga pemasyarakatan dan meningkatkan rasa keadilan bagi masyarakat. Langkah ini dinilai sebagai terobosan yang dapat memberikan solusi terhadap sejumlah permasalahan hukum yang ada.(TB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *