Kericuhan Popnas XVII di DKI Jakarta, Dipicu Dugaan Kecurangan terhadap Atlet Pencak Silat Bengkulu

Jakarta, Tintabangsa.com- Pekan Olahraga Pelajar Nasional (Popnas) XVII dan Pekan Paralimpik Pelajar Nasional (Peparpenas) XI 2025 yang digelar oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora RI) di Jakarta sempat diwarnai ketegangan. Pasalnya, atlet pencak silat dari kontingen Bengkulu mengklaim telah dirugikan akibat dugaan kecurangan yang dilakukan panitia penyelenggara bersama juri saat perebutan medali emas.

Atlet Bengkulu merasa dirampas atas haknya, menyebutkan bahwa keputusan juri dalam pertandingan final cabang olahraga pencak silat tersebut tidak adil. Hal ini menimbulkan kekecewaan mendalam karena mencederai semangat sportivitas di ajang nasional yang seharusnya mendukung kompetisi yang sehat dan transparan.

Sekretaris Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Bengkulu sekaligus Ketua Kontingen, Mike Van Hope, mengungkapkan bahwa kejadian ini menimpa salah satu atlet mereka yang pernah menorehkan prestasi internasional berupa medali emas di Dubai. Namun, pada final Popnas kali ini, harapan untuk kembali meraih juara pupus karena keputusan juri yang dinilai tidak obyektif.

Mike menjelaskan bahwa pihaknya langsung melayangkan protes resmi setelah pertandingan selesai, tetapi prosesnya justru menghadirkan serangkaian kejanggalan. Ia mengungkapkan bahwa panitia meminta sejumlah uang—tiga juta rupiah—hanya untuk mengajukan protes. Setelah syarat tersebut dipenuhi, barulah kontingen Bengkulu diizinkan memasuki ruang evaluasi untuk menonton ulang rekaman pertandingan.

Berdasarkan tayangan ulang, tampak jelas bahwa tendangan lawan, yang sebelumnya dinilai sah oleh juri sebagai poin tambahan, sebenarnya telah sukses ditangkis oleh pesilat Bengkulu. Dalam aturan pencak silat, tendangan yang berhasil ditangkis tidak seharusnya dihitung sebagai poin. Namun demikian, juri tetap memberikan nilai atas tindakan tersebut sebagai serangan yang sah.

Tidak hanya itu, Mike juga memaparkan adanya kejanggalan pada sistem penilaian elektronik dalam pertandingan. Rekaman pertandingan menunjukkan adanya jeda waktu sekitar tiga detik antara momen pemberian nilai oleh wasit hingga munculnya angka di layar monitor. Ternyata, ditemukan bahwa salah satu juri pinggir secara manual menekan tombol penilaian sesudah aksi selesai. Hal tersebut membuat pihak Bengkulu merasa dirugikan akibat intervensi di luar prosedur.

Mike menambahkan bahwa ketika pihaknya hendak mengajukan banding lanjutan atas hasil pertandingan, panitia kembali meminta biaya tambahan sebesar lima juta rupiah. Kondisi ini semakin memperkuat kecurigaan adanya praktik yang tidak profesional dalam penyelenggaraan acara tersebut.

Tim Bengkulu mempertanyakan manfaat dari banding tersebut dan apakah keputusannya berpotensi untuk dianulir atau tidak. Sayangnya, jawaban tidak jelas yang diberikan oleh panitia membuat mereka semakin kecewa. Bahkan setelah menghadirkan bukti visual yang menunjukkan ketidaksahan aksi lawan, keputusan akhir tetap berpihak pada pesilat asal DKI Jakarta. Juri bersikeras bahwa hasil pertandingan di lapangan adalah final dan tidak dapat diubah.

Suhardi, salah satu pendamping kontingen dari Dispora Provinsi Bengkulu, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam atas dugaan kecurangan ini. Mereka sedang mempelajari langkah hukum maupun administratif yang bisa diambil, termasuk rencana pengajuan surat resmi kepada pengurus besar cabang olahraga pencak silat. Langkah ini diambil untuk memperjuangkan keadilan agar kasus serupa tidak kembali terjadi.

Kontingen Bengkulu yang terdiri dari total 206 orang—terdiri atas 116 atlet, 14 ofisial, 27 pelatih, serta tim kesehatan beranggotakan 10 orang—tetap mengakhiri kompetisi dengan membawa pulang dua medali perak dan tiga perunggu. Meski hasil ini patut diapresiasi, kekecewaan atas ketidakadilan dalam cabang pencak silat masih membayangi mereka.

Dispora Bengkulu pun menegaskan komitmennya untuk terus berjuang demi hak-hak para atlet mereka, sembari berharap bahwa integritas dan sportivitas akan lebih dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan kompetisi mendatang.(TB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *