Medan, Tintabangsa.com- Gerakan Mahasiswa dan Pemuda (GEMPI) Sumatera Utara menggelar aksi protes di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada Jumat, 17 Oktober 2025. Dalam demonstrasi itu, mereka menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dan Kejati Sumut agar segera menyelidiki dugaan nepotisme, gratifikasi, serta lonjakan mencurigakan aset sejumlah pejabat di Kabupaten Langkat.
Ketua GEMPI Sumut, Ardyansyah, dalam keterangannya menyoroti kekayaan signifikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Langkat, AN. Disebutkan bahwa harta AN meningkat tajam dari Rp393 juta saat menjabat Kepala BKD menjadi lebih dari Rp10 miliar dalam kurun waktu 2017–2021 saat menduduki jabatan Kepala Inspektorat, jumlah yang tetap stabil hingga saat ini sebagai Sekda.
Ardyansyah menjelaskan bahwa lonjakan tersebut sangat tidak masuk akal dan diduga kuat melibatkan gratifikasi dari kepala desa maupun OPD saat AN menjabat Kepala Inspektorat. Selain itu, ia juga mencurigai adanya manipulasi anggaran ketika AN mengisi jabatan Sekda. Aset-aset mewah milik AN, seperti kompleks perumahan di Stabat, Tanjung Pura, Binjai, rumah mewah di Medan Baru, hingga deretan kendaraan mahal yang sebagian diduga menggunakan fasilitas negara, turut menjadi sorotan karena belum dilaporkan secara lengkap dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
GEMPI juga mengkritisi posisi strategis yang dipegang oleh pasangan suami istri AN (Sekda) dan RWM (Kepala Bappeda), yang berpotensi besar menimbulkan konflik kepentingan serta diduga menjadi lahan subur praktik nepotisme dalam pengelolaan anggaran daerah. Selain itu, mereka mencurigai adanya upaya penyembunyian aset serta pencucian uang melalui transaksi yang tidak tercatat dengan benar.
Dalam aksinya, GEMPI menyampaikan enam tuntutan utama sebagai berikut:
- Mendesak KPK RI dan Kejati Sumut membentuk tim khusus untuk mengusut lonjakan harta kekayaan tidak wajar AN dan RWM.
- Melakukan audit forensik serta audit gaya hidup terhadap seluruh aset mewah, termasuk rumah dan kendaraan yang diduga menggunakan fasilitas negara.
- Menyelidiki dugaan gratifikasi serta suap selama masa jabatan AN sebagai Kepala Inspektorat (2017–2021) hingga Sekda (2022–2025).
- Menguak praktik nepotisme dan konflik kepentingan akibat jabatan strategis yang dikuasai pasangan suami istri tersebut.
- Meminta PPATK menginvestigasi aliran dana dan transaksi mencurigakan terkait kemungkinan tindak pidana pencucian uang.
- Menuntut Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melakukan penyelidikan independen tanpa kesan melindungi pejabat yang terlibat korupsi.
Koordinator aksi, Ardyansyah, dengan dukungan Khoiriansyah Tanjung dan Mohammad Riski Tarigan, mengatakan bahwa mereka akan membawa massa yang lebih besar jika respons dari aparat penegak hukum tidak memadai. Ardyansyah menegaskan bahwa aksi ini akan berlanjut hingga tuntutan mereka ditindaklanjuti secara serius oleh pihak berwenang.
Saat aksi berlangsung, perwakilan kejaksaan menemui demonstran dan menyarankan agar laporan resmi kasus tersebut diajukan terlebih dahulu sebagai langkah awal proses investigasi. Massa kemudian membubarkan diri dengan tertib setelah menerima arahan tersebut.(HM)

