Bengkulu, Tintabangsa.com- Partisipasi kelompok tertentu dalam dunia politik ternyata tidak sebatas meraih jabatan semata, melainkan juga berimplikasi luas dalam membuka akses terhadap proyek-proyek pemerintah. Salah satu kasus yang mencuri perhatian masyarakat saat ini adalah keberadaan CV. Destita, sebuah perusahaan yang diduga menguasai distribusi benih padi di wilayah Provinsi Bengkulu.
Berdasarkan hasil penelusuran dokumen yang beredar, ditemukan bahwa perusahaan ini terlibat dalam pelaksanaan distribusi benih padi di berbagai kabupaten di provinsi tersebut. Data tersebut menunjukkan volume distribusi yang signifikan dan cakupan lahan yang luas sebagai bagian dari proyek pemerintah.
Dalam dokumen resmi berlogo Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), tertera sejumlah kabupaten yang menjadi lokasi distribusi, antara lain:
- Kabupaten Kaur: Target tanam mencapai 1.300 hektare sesuai dengan usulan dalam Surat Keputusan (SK), dengan total volume benih yang didistribusikan sebesar 32.500 kilogram.
- Kabupaten Kepahiang: Target perluasan lahan sebesar 1.600 hektare naik menjadi 1.665 hektare dalam tahap usulan, dengan distribusi benih mencapai 41.625 kilogram.
- Kabupaten Seluma: Wilayah ini mencatat angka distribusi terbesar, dengan target awal seluas 2.022 hektare yang meningkat menjadi 2.056 hektare, disertai volume benih yang mencapai 51.400 kilogram.
- Kabupaten Lebong: Sebaliknya, kabupaten ini menunjukkan penurunan signifikan dari target awal sebesar 1.650 hektare menjadi hanya 956 hektare, dengan volume benih yang berkurang menjadi 23.900 kilogram.
Dari data tersebut, tampak adanya ketidaksesuaian antara target tanam dan angka usulan distribusi di sejumlah kabupaten. Sumber lapangan menyebutkan bahwa Diduga CV. Destita tampaknya menguasai sebagian besar jalur distribusi benih di daerah-daerah ini, sehingga menimbulkan berbagai spekulasi.
CV. Destita diduga memperoleh akses istimewa melalui hubungan dekat dengan lingkungan politik di tingkat daerah. Setelah pemilik perusahaan masuk ke dalam ranah politik, proses pengadaan proyek pemerintah dikatakan berlangsung dengan lebih mudah. Kondisi ini memunculkan kritik dari kalangan pelaku usaha lokal, yang mengaku mengalami kesulitan untuk bersaing dalam proses tender yang dinilai hanya sekadar formalitas.
Salah seorang sumber dari salah satu kabupaten, yang meminta agar identitasnya dirahasiakan, menyatakan bahwa hasil tender tampaknya sudah dapat diprediksi sebelumnya. “Seolah-olah semua sudah diatur. Tender diumumkan secara resmi, tetapi kami sudah tahu siapa pemenangnya,” ujar sumber tersebut.
Fakta ini memunculkan keprihatinan terkait integritas dan transparansi dalam pengelolaan proyek distribusi benih padi di Bengkulu. Pertanyaan pun muncul mengenai apakah proses distribusi ini telah berjalan sesuai ketentuan atau ada campur tangan kepentingan politik di dalamnya.
Pengawasan yang lebih ketat dari lembaga antikorupsi serta instansi terkait sangat diperlukan untuk memastikan agar proyek pemerintah tidak dimanfaatkan sebagai sarana untuk memperkaya kelompok tertentu semata. Adanya tindakan pengawasan dan evaluasi yang objektif menjadi langkah krusial guna menjamin keberlanjutan tata kelola yang transparan dan akuntabel di masa mendatang.(TB)

