Maghripa, Sekdes Gandung Baru Terima Gaji Perangkat Desa, Apakah Boleh?

Lebong, tintabangsa.com – Publik dihebohkan dengan kabar bahwa Maghripa, Sekretaris Desa (Sekdes) Gandung Baru, telah menerima gaji sebagai perangkat desa. Namun, muncul pertanyaan mendasar: apakah hal itu sah secara hukum?

Mengapa pertanyaan ini penting? Karena pengangkatan Maghripa sebagai Sekdes sejak awal diduga cacat prosedur. Ia diketahui berusia 44 tahun, sementara Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 dengan tegas menetapkan bahwa usia maksimal calon perangkat desa adalah 42 tahun. Artinya, sejak proses penjaringan dan pengangkatan, jabatan tersebut telah melanggar aturan hukum positif.

Jabatan yang Dipertanyakan

Dalam sistem pemerintahan, jabatan adalah amanah hukum. Jika syaratnya tidak terpenuhi, maka secara hukum pengangkatan itu batal demi hukum. Konsekuensinya, segala tindakan atau hak yang melekat pada jabatan itu-termasuk penerimaan gaji-menjadi patut dipertanyakan.

Lalu, apakah pantas gaji dari kas desa, yang bersumber dari uang negara, disalurkan kepada pejabat yang secara administratif tidak memenuhi syarat? Jawabannya jelas menimbulkan polemik.

Potensi Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam konteks administrasi pemerintahan.

  • Pertama, karena melanggar aturan tertulis yang berlaku (Permendagri 67/2017).
  • Kedua, karena mencederai asas-asas umum pemerintahan yang baik: kepastian hukum, kecermatan, serta akuntabilitas.
  • Ketiga, karena berpotensi merugikan keuangan negara. Gaji yang diterima tanpa dasar hukum yang sah bisa masuk kategori belanja tidak sah.

Siapa yang Bertanggung Jawab?

Pertanyaan berikutnya, siapa yang paling bertanggung jawab? Tentu, Pjs. Kepala Desa yang menandatangani SK pengangkatan tidak bisa lepas tangan. Pengawasan dari Camat hingga Bupati melalui Dinas PMD juga patut dipertanyakan: apakah mereka lengah atau justru membiarkan hal ini terjadi?

Kasus Maghripa bukan sekadar persoalan administratif. Ini adalah soal integritas penyelenggaraan pemerintahan desa. Jika pelanggaran aturan sekecil ini dibiarkan, maka ke depan akan menjadi preseden buruk. Uang desa, yang semestinya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, jangan sampai bocor hanya karena pejabat yang dilantik tidak memenuhi syarat.

Publik kini menunggu langkah tegas Pemerintah Kabupaten Lebong. Apakah akan segera membatalkan SK, menghentikan pembayaran gaji, dan mengevaluasi Pjs. Kepala Desa yang terlibat? Atau justru membiarkan polemik ini menjadi bola liar yang merusak kepercayaan masyarakat?

Yang jelas, dalam konteks hukum dan etika pemerintahan, jawabannya sederhana: jika pengangkatannya cacat prosedur, maka penerimaan gaji pun tidak sah.

Penulis : Sausan Citra Ramadhanty

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *