Bengkulu, Tintabangsa.com- Pemilik Toko Emas TA, yang berlokasi di Jalan KH Zainal Abidin, Kota Bengkulu, dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Genta Keadilan ke Polresta Bengkulu pada Jumat, 26 September 2025. Laporan tersebut didasarkan pada dugaan pelanggaran Undang-Undang perlindungan konsumen, penipuan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta pelanggaran terhadap Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Ketua LSM Genta Keadilan, Zunarwan Hadidi, setelah melakukan pelaporan kepada Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Satreskrim Polresta Bengkulu, menyatakan bahwa pihaknya melibatkan lima individu yang diduga terkait dalam perbuatan melawan hukum tersebut. Kelima nama tersebut meliputi TA selaku pemilik toko, AW sebagai karyawan Bank Bengkulu sekaligus menantu dari TA, A yang merupakan saudara kandung AW, VZ istri AW, serta Da, ayah AW.
Menurut Zunarwan, toko emas yang menjadi subjek laporan diduga menjual produk emas dengan spesifikasi yang tidak sesuai, sehingga berpotensi merugikan konsumen. Selain itu, ia turut menduga bahwa toko emas tersebut terlibat dalam praktik melanggar hukum lainnya yang berkaitan dengan regulasi pada bidang pertambangan mineral dan batubara.
LSM Genta Keadilan menyatakan telah menyiapkan sejumlah saksi untuk memberikan keterangan kepada pihak penyidik apabila diperlukan. Zunarwan juga menggarisbawahi bahwa bukti pendukung seperti hasil timbangan emas dari Pegadaian telah dikumpulkan untuk memperkuat perkara tersebut.
Tuntutan hukum juga ditekankan pada pelanggaran yang berpotensi memengaruhi konsumen secara luas bahkan berimbas pada kerugian negara. Dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen tercermin dalam Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menjual barang dengan spek atau berat tidak sesuai timbangan sebenarnya dapat dikenai hukuman pidana penjara maksimal lima tahun atau denda hingga Rp2 miliar.
Zunarwan turut menjelaskan bahwa pengolahan, pemurnian, dan penjualan emas yang tidak berasal dari pemegang izin usaha pertambangan resmi merupakan tindakan ilegal. Hal ini melanggar prinsip dasar hukum pertambangan Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), sebagaimana telah direvisi melalui UU Cipta Kerja. Aktivitas pertambangan tanpa izin sah dari pemerintah dapat berujung pada hukuman pidana berupa penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Ditambah lagi, terkait dugaan penipuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 378 KUHP, pelaku dapat diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama empat tahun.
Melalui laporan dan tuntutan tersebut, LSM Genta Keadilan menekankan pentingnya penegakan hukum untuk menjamin hak konsumen serta mencegah potensi kerugian negara akibat tindakan bisnis yang melanggar aturan.(TB)