Forum Guntur HMI: Gerakan untuk Rakyat, Menakar Hilirisasi Sektor Pertanian

Jakarta – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melalui Forum Guntur menyelenggarakan diskusi bertema “Gerakan untuk Rakyat, Menakar Hilirisasi Sektor Pertanian” pada Rabu, 24 September 2025, pukul 14.00–16.00 WIB di Kantor Pusat PB HMI, Jl. Sultan Agung No. 25 A, Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan. Kegiatan ini dihadiri oleh 20 peserta dan menghadirkan sejumlah pembicara penting, antara lain Fatah Yasin (Ketua Koperasi Bulog Pusat dan mantan Humas Bulog), Marthin Hadiwinata (FIAN Indonesia dan anggota KAHMI), Bagas Kurniawan (Ketua Umum PB HMI), serta Ramadan (Kabid Pertanian dan Kelautan PB HMI).

Diskusi ini berlangsung tepat pada peringatan Hari Tani Nasional, sehingga suasana menjadi momentum refleksi bersama untuk melihat kembali kondisi petani dan sektor pangan Indonesia. Para pembicara menekankan bahwa hilirisasi pertanian bukan lagi sekadar wacana, melainkan langkah strategis yang harus segera diwujudkan agar mampu meningkatkan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi ketergantungan terhadap impor.

Dalam paparannya, Ramadan menegaskan bahwa hilirisasi telah menjadi kata kunci di berbagai forum diskusi karena diyakini mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi. Ia mendorong agar tema ini digali lebih mendalam, khususnya di sektor pertanian yang menjadi tulang punggung kedaulatan pangan nasional.

Bagas Kurniawan menyampaikan bahwa meski Indonesia sejak kemerdekaan dikenal sebagai negara agraris, modernisasi pertanian masih tertinggal dibanding negara lain. Ia menyoroti bahwa alih profesi generasi petani ke sektor lain telah menyebabkan menurunnya jumlah petani dan mengancam ketahanan pangan. Menurutnya, perlu pembenahan menyeluruh mulai dari kebijakan, penguatan kelembagaan, hingga jaminan harga yang lebih menguntungkan petani.

Sementara itu, Marthin Hadiwinata menekankan bahwa pangan adalah hak asasi manusia yang wajib dijamin oleh negara. Berdasarkan Sensus Pertanian 2023, jumlah petani terus menurun dari sekitar 32 juta (2003) menjadi 28 juta (2023), dengan fenomena guremisasi yang kian meluas. Ia juga menyoroti ketergantungan Indonesia pada beras dan impor gandum, serta perlunya diversifikasi pangan lokal agar masyarakat memiliki akses gizi yang lebih adil.

Fatah Yasin menambahkan bahwa peran Bulog sebagai penyangga harga dan ketersediaan pangan harus diperkuat. Ia menilai Bulog seharusnya difokuskan pada pelayanan publik, bukan mencari keuntungan. Menurutnya, isu pangan dan pertanian sudah harus direspons dengan aksi nyata, bukan hanya diskusi, karena pangan merupakan fondasi ketahanan sosial, ekonomi, dan politik negara.

Diskusi ini menghasilkan kesimpulan penting: pangan adalah hak asasi manusia yang harus dijamin negara; Bulog perlu diperkuat untuk menjaga stabilitas harga dan stok pangan; perlindungan lahan pertanian dan dukungan bagi petani perlu diprioritaskan; serta hilirisasi sektor pertanian dan pembatasan impor yang selektif harus dilakukan agar nilai tambah meningkat dan kedaulatan pangan nasional terjaga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *