Bengkulu – Ruang sidang promosi doktor di Universitas Islam Negeri (UIN) Fatmawati Sukarno Bengkulu pada hari ini dipenuhi dengan nuansa budaya yang unik. Bukan hanya diskusi ilmiah yang mendalam, tetapi juga alunan serunai khas Suku Pekal yang menggema, mengiringi promosi doktor saudara Hamdan. Alunan ini menjadi simbol kuat dari esensi disertasi yang ia pertahankan.
Disertasi yang dipertahankan oleh Hamdan berjudul “Eksistensi dan Dinamika Tari Gandai dalam Membentuk Akhlak, Toleransi, dan Solidaritas Masyarakat Suku Pekal Kabupaten Bengkulu Utara.” Dalam paparannya, Hamdan menjelaskan bagaimana konsep *Tari Gandai—yang terdiri dari *Gandai Akal, Gandai Hati, dan Gandai Raga—bukan sekadar filosofi usang, melainkan pilar hidup yang masih relevan dan efektif dalam membentuk karakter masyarakat Suku Pekal. Ia menekankan bahwa melalui praktik Tari Gandai, nilai-nilai luhur seperti kejujuran, saling menghargai, dan gotong royong terinternalisasi secara turun-temurun.
Tari Gandai: Filosofi Hidup Suku Pekal
Menurut Hamdan, Gandai Akal mengajarkan masyarakat untuk berpikir bijak dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Gandai Hati menuntun mereka untuk memiliki empati, kasih sayang, dan toleransi terhadap sesama, bahkan dengan perbedaan keyakinan. Sementara itu, Gandai Raga mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam tindakan nyata, seperti kerja sama dalam menjaga lingkungan dan membantu tetangga yang sedang kesusahan. Harmonisasi ketiga aspek inilah yang, menurutnya, menjadi kunci keberhasilan masyarakat Pekal dalam menjaga keutuhan sosial mereka.
Acara promosi doktor ini terasa istimewa dengan kehadiran perwakilan tokoh adat Suku Pekal yang ikut menyaksikan langsung keberhasilan putra daerah mereka. Dengan penuh haru dan bangga, mereka menyaksikan bagaimana warisan budaya nenek moyang mereka kini diangkat ke panggung akademik tertinggi, diakui sebagai sebuah kearifan lokal yang patut dipelajari.
Pengakuan Akademik untuk Kearifan Lokal
Setelah melalui sesi tanya jawab yang ketat dengan para penguji, Hamdan berhasil mempertahankan disertasinya dengan gemilang. Ia dinyatakan lulus dengan predikat Sangat Memuaskan. Keberhasilan ini bukan hanya pencapaian pribadi bagi Hamdan, tetapi juga pengakuan penting bagi Suku Pekal dan seluruh masyarakat adat di Indonesia. Disertasi ini membuktikan bahwa kearifan lokal memiliki kedalaman filosofis dan relevansi ilmiah yang kuat, serta layak menjadi bagian dari khazanah ilmu pengetahuan nasional.
Kehadiran serunai Suku Pekal di ruang sidang tidak hanya menjadi pelengkap acara, tetapi juga simbol harapan. Suara merdu itu seolah menyampaikan pesan bahwa kearifan lokal akan terus hidup dan berkembang, tidak hanya di hutan dan desa, tetapi juga di ruang-ruang akademik, menjadi inspirasi bagi generasi mendatang.