Jakarta – Perjalanan panjang penyidik Polri dalam mengungkap identitas keluarga AMK, seorang anak perempuan berusia 9 tahun korban kekerasan dan penelantaran, akhirnya menemui titik terang.
Sejak pertama kali ditemukan pada 11 Juni 2025 di depan kios Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, AMK tidak memiliki dokumen maupun keterangan jelas mengenai orang tuanya. Satu-satunya informasi yang ia ingat hanyalah nama “Ayah J”, “Ibu S”, “Bu Guru E”, serta sekolah “MS” di Surabaya.
Penyidik Subdit II Dittipid PPA & PPO Bareskrim Polri di bawah pimpinan Kombes Pol Ganis Setyaningrum menelusuri setiap potongan informasi tersebut. Berkat kesabaran dan keuletan tim, akhirnya ditemukan jejak AMK pernah terdaftar di Kelompok Belajar MS di Balongbendo, Sidoarjo. Dari data itu, terungkap nama SG (ayah kandung) dan SNK (ibu kandung) sebagai orang tua korban.
Penyelidikan berlanjut hingga diketahui bahwa AMK memiliki saudara kembar bernama ASK. Saat ini dua kakak laki-laki AMK tinggal bersama neneknya, sedangkan AMK dan ASK diasuh oleh sang ibu, SNK, yang kemudian hidup bersama pasangannya, EF alias YA.
Fakta semakin jelas ketika AMK menyebut dirinya kerap disiksa oleh sosok yang ia panggil “Ayah Juna” atau “YA”. Analisis forensik, jejak digital, hingga data manifest transportasi akhirnya mengungkap bahwa yang dimaksud adalah EF alias YA, pasangan ibu kandung korban yang berperan sebagai ayah sambung. Bukti manifest perjalanan kereta dari Stasiun Pasar Turi Surabaya menuju Jakarta yang mencatat keberangkatan EF bersama AMK menjadi penguat keterlibatan keduanya.
Selama proses ini, pendampingan intensif diberikan oleh psikolog KemenPPPA dan Dinas Sosial DKI Jakarta untuk memastikan kondisi AMK tetap terjaga, serta oleh UPTD PPA Jawa Timur untuk saudara kembarnya, ASK.
Direktur Tipid PPA & PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nurul Azizah, menegaskan bahwa pengungkapan ini adalah bukti komitmen negara dalam melindungi anak.
“Hasil verifikasi ini membuktikan betapa seriusnya Polri mengungkap kasus AMK. Kami hanya berangkat dari ingatan sepenggal seorang anak yang lemah dan penuh luka, lalu menyusunnya dengan kerja keras penyidik, bantuan tim identifikasi, serta pendampingan dari kementerian dan lembaga terkait. Semua ini adalah bentuk nyata negara hadir untuk melindungi anak,” ujar Brigjen Nurul.
Ia menambahkan, tidak ada ruang toleransi bagi pelaku kekerasan terhadap anak.
“Tidak ada alasan apa pun untuk menukar hak anak atas kasih sayang dengan kekerasan. Komitmen kami adalah memastikan proses hukum berjalan tuntas, berpihak pada korban, dan berlandaskan kepentingan terbaik bagi anak,” tegasnya.
Brigjen Nurul juga mengajak masyarakat lebih peduli terhadap perlindungan anak melalui pesan PEDULI:
- P – Perhatikan perubahan sikap dan luka pada anak.
- E – Edukasi keluarga dan lingkungan tentang hak anak.
- D – Dukung korban dengan empati, bukan stigma.
- U – Utamakan perlindungan anak di atas segalanya.
- L – Laporkan segera bila terjadi kekerasan.
- I – Intervensi cepat untuk menghentikan kekerasan.
Kasus AMK menunjukkan bahwa meski berawal dari potongan ingatan seorang anak yang trauma, penyidik Polri tetap mampu menyusun puzzle kebenaran. Hasilnya, identitas keluarga berhasil diungkap dan pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan serta penelantaran kini teridentifikasi untuk diproses hukum.