Bengkulu,Tintabangsa.com- Kuasa hukum wali murid dari siswa yang dikeluarkan (DO) oleh SMA Negeri 5 Kota Bengkulu, Hartanto, menyampaikan adanya indikasi kejanggalan dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di sekolah tersebut.
Berdasarkan hasil investigasi timnya, ditemukan fakta bahwa sebanyak 35 siswa berstatus cadangan tetap bersekolah di SMAN 5, 58 siswa yang awalnya dinyatakan tidak diterima kini turut menjadi bagian sekolah, bahkan 19 siswa diduga tidak melewati jalur seleksi resmi.
Dari data yang dianalisis, terdaftar 435 siswa di sistem pendataan Dapodik. Akan tetapi, setelah dicocokkan dengan data penerimaan, ditemukan adanya ketidaksesuaian, yakni 35 siswa berstatus cadangan, 58 siswa tidak diterima, dan 19 siswa yang masuk tanpa mengikuti jalur seleksi.
Fakta ini menjadi pertanyaan besar, jelas Hartanto saat memberikan keterangan pada Senin, 1 September 2025. Hartanto menilai kasus ini bertentangan dengan arahan Gubernur Bengkulu yang secara tegas menyerukan penegakan aturan dalam sistem pendidikan.
Dalam pernyataan Gubernur disampaikan bahwa aturan harus ditegakkan. Namun kenyataannya, ada siswa yang masuk tanpa mengikuti jalur resmi ataupun seleksi. Pertanyaan yang mengemuka sekarang adalah apakah situasi ini sah secara hukum atau tidak, tambah Hartanto dengan tegas.
Ia juga mengungkapkan bahwa dari total 11 wali murid yang memberikan kuasa kepadanya terdapat siswa berprestasi yang sebelumnya berhasil meraih medali untuk SMAN 5 Bengkulu di kompetisi nasional, namun justru terpaksa berhenti dari sekolah tersebut.
Salah satu siswa berbakat kami telah membawa nama baik Bengkulu di tingkat nasional. Ironisnya, anak tersebut justru dikeluarkan dari sekolah. Di sisi lain, siswa yang tidak melewati proses seleksi bisa tetap bersekolah tanpa kendala, jelas Hartanto lebih lanjut.
Dalam upayanya untuk memperjuangkan keadilan, pihaknya telah melaporkan dugaan pelanggaran administrasi ini kepada Ombudsman Bengkulu agar segera ditindaklanjuti.
Kami telah resmi mengajukan laporan mengenai dugaan pelanggaran administrasi di SMAN 5 Kota Bengkulu ke Ombudsman, ungkapnya.
Sebagai solusi atas permasalahan ini, Hartanto berpendapat bahwa masalah tersebut sebenarnya dapat diselesaikan dengan menambah jumlah rombongan belajar (rombel), langkah yang sudah diterapkan di beberapa sekolah lain.
Solusi ini sangat praktis, cukup menambah rombel di sekolah. Contohnya SMA Negeri 3 Kota Bengkulu yang mampu menambah kelas hingga total 11 rombel. Jika kebijakan serupa diikuti, tidak ada siswa yang harus dikeluarkan. Apalagi terdapat payung hukum yang memungkinkan pencabutan surat keputusan jika ditemukan fakta baru.
Fakta-fakta baru ini sangat jelas menunjukkan adanya potensi pelanggaran administratif yang dapat mengancam pendidikan anak di bawah umur, tutupnya.