Bengkulu,Tintabangsa.com— 14 Juli 2025 – Kejaksaan Tinggi Bengkulu melalui Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi, Sukarman Sumarinton, S.H., M.H., didampingi oleh Asisten Tindak Pidana Umum Herwin Ardiono, S.H., hari ini melaksanakan ekspose perkara tindak pidana ringan kepada jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM). Perkara yang dibahas melibatkan tersangka YADI bin MARWI (Alm) dan diputuskan untuk diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice).
Ekspose dilakukan terhadap perkara dalam wilayah hukum Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah, di mana tersangka Yadi disangkakan melanggar Pasal 351 ayat 1 KUHP terkait tindak pidana penganiayaan terhadap korban Bambang Sinardi (45 tahun), dalam peristiwa perkelahian yang juga melibatkan korban lainnya, Evan Merdiansyah.
Peristiwa tersebut terjadi pada Kamis, 30 Januari 2025 sekitar pukul 16.30 WIB, di jalan antara Desa Rajak Besi dan Desa Komering, Kecamatan Merigi Sakti, Kabupaten Bengkulu Tengah. Saat itu, tersangka Yadi yang sedang melintas menggunakan mobil bersama saksi Parozi berpapasan dengan korban Bambang yang mengendarai sepeda motor. Terjadi adu mulut antara keduanya yang berujung pada pemukulan oleh tersangka Yadi terhadap pipi kiri korban menggunakan tangan kanan.
Berdasarkan hasil Visum Et Repertum Nomor: 000.1/0080/TU/PKM/III/2025 tanggal 4 Maret 2025, yang ditandatangani oleh dr. Eka Ramanianti dari Puskesmas Perawatan Pagar Jati, korban mengalami gigi geraham bawah kiri yang goyang akibat dugaan benturan benda tumpul.
Setelah dilakukan ekspose dan mempertimbangkan berbagai aspek, perkara ini dinilai layak diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif.
Pertimbangan utama penyelesaian secara restoratif antara lain:
Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Jenis perkara termasuk dalam kategori yang dapat diselesaikan secara restoratif.
Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta telah meminta maaf kepada korban.
Perdamaian telah tercapai antara tersangka dan korban secara sukarela, melalui musyawarah tanpa tekanan dari pihak manapun.
Respons masyarakat terhadap penyelesaian perkara ini sangat positif.
Kesalahpahaman yang menjadi sumber konflik telah diselesaikan secara damai. Hal ini menunjukkan bahwa penyelesaian yang humanis mampu menghadirkan keadilan tidak hanya bagi korban, tetapi juga pelaku.
Kejaksaan Tinggi Bengkulu menegaskan bahwa penerapan keadilan restoratif merupakan bentuk nyata bahwa hukum tidak hanya berfungsi sebagai alat penindakan, melainkan juga sebagai sarana pemulihan hubungan sosial dan keharmonisan di tengah masyarakat.
Kejaksaan berkomitmen untuk terus menerapkan pendekatan ini dalam menciptakan keadilan yang sejati.(TB)