Kondisi Bangunan Sekolah Negeri Di Desa Talang Rio Terlihat Memprihatinkan

Mukomuko, tintabangsa.com – Sungguh sangat memprihatikan sekali kondisi bangunan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 18 Mukomuko di Desa Talang Rio, Kecamatan Air Rami, Kabupaten Mukomuko. Beberapa bagian dari bangunan sekolah seperti atap dan plafon sudah pada rusak dan lapuk termakan usia, bahkan dua ruang kelas belajar (RKB) sekolah terlihat sudah tidak memakai pintu.

Kondisi rusak dan lapuk beberapa bagian bangunan gedung di SMPN 18 Mukomuko yang belum mendapat perbaikan dan yang menjadi sorotan publik ini saat ini, terpantau ketika tintabangsa.com bersama dengan rekan pers lainnya melakukan tugas pemantauan di sekolah yang posisi di puncak wilayah Desa Talang Rio yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari kantor Desa setempat pada Rabu (13/2/2025).

Kepala Sekolah SMP Negeri 18 Mukomuko, Lusiana, S.Sos, saat dikonfirmasi menerangkan bahwa, sejak dibangun dan didirikan tahun 2005, SMPN 18 Mukomuko hingga saat ini baru satu kali dapat rehab dari pemerintah.

Lusiana menjelaskan, bahwa sekolah SMPN 18 Mukomuko sudah sering kemalingan disebabkan Kosen pintu sudah lapuk termakan usia sehingga pintu dengan mudah dijebol maling, saat kejadian komputer, infokus dan peralatan elektronik lain sudah pernah hilang.

“Dengan keterbatasan anggaran dana BOS, dari dana BOS tidak bisa kami anggarkan untuk biayai Kepsek saat ada kegiatan ke Mukomuko misalnya, kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Pusat Kegiatan Guru (PKG) dan lainnya.

Jangankan itu, untuk beli spidol dan alat tulis lainnya kami utang dulu, nanti setelah cair dibayar habis itu utang lagi,” lanjut Kepsek.

Lebih jauh diungkapkan Lusiana, setiap sertifikasi guru cair, mereka menyumbang ada yang 100 ribu ada yang 200 ribu misalnya untuk beli karpet kalau anak anak tidak ada tikar saat kegiatan di mushola.

“Alhamdulillah kalau untuk hal seperti itu kami bisa, tapi yang gak bisa itu rehab ganti atap, ganti plafon dan ganti kusen. Kalau kursi patah tidak terlalu berat lah itu kursi- kursi yang lama bisa kami rehab sendiri. Dan kalau untuk beli selembar kaca jendela mungkin kami bisa akan tetapi untuk kusen untuk nempel kaca itu gak bisa karena kusennya sudah lapuk,”jelas Lusiana lagi.

Lusiana, S.Sos, menyampaikan, satu-satunya harapan untuk bisa merehab SMPN 18 Mukomuko adalah kepada Pemerintah Daerah bersama dengan anggota DPRD Kabupaten Mukomuko yang baru.

“Harapan kami kepada Pemerintah dan anggota Dewan yang sekarang, sekolah kami yang kecil seperti ini diperhatikan jangan dianaktirikan walaupun jumlah siswanya itu tidak mencukupi sesuai Dapodik. Kalau di Dapodik kan harus ada 60 siswanya baru bisa direhab, sementara kami ini mau dibawah 4 tahun yang akan datang pun siswa kami tetaplah dibawah 40 siswa karena siswa kami hanya berasal dari satu sekolah dasar (SD).

Lusiana, S.Sos juga tidak menampik jika persoalan gedung SMPN 18 Mukomuko ini sudah pernah diajukan dan dibahas pada saat Musrembang kecamatan beberapa tahun lalu dan sempat heboh. Pasalnya, Anton Dale, SIP, yang kala itu masih aktif sebagai anggota dewan Mukomuko di depan Musrenbang kecamatan Air Rami mengatakan, kalau tahun ini SMPN 18 Mukomuko tidak dibangun, tahun depan tidak bisa ditempati lagi. Tapi sampai sekarang sekolah kami juga tak kunjung direhab.

“Kenapa tahun ini, kami tidak mau ikut Musrembang kecamatan, karena Musrenbang tahun sebelumnya saya ikut. Kita ajukan di Musrembang kecamatan, Musrenbang Desa sudah setelah itu pengajuan juga sudah masuk ke Dinas PUPR tetapi sampai diatas kami ngak tau lagi. Kami juga sudah pernah tanya langsung pihak Dinas melalui pak Ramon, katanya sekolah kami ini tetap akan direhab tapi tidak tahu pasti kapan waktunya akan direhab,” tutup Lusiana, S.Sos.

Yulita, guru sekolah saat ditemui ditengah kesibukannya mengajar siswa di ruang kelas VII yang kondisi ruangan yang cukup memprihatinkan itu, mengaku harus tetap semangat tapi harus pemilih ekstra hati-hati.

“Yang kami rasakan itu, di satu sisi kita harus tetap semangat, tapi di sisi lain kami seperti orang menunggu rumah yang mau roboh. Saya rasa sedih juga bagaimana ini nanti ketika rumah rumah yang kami tunggu ini roboh, dan perasaan itu ngambang, sama siapa kami mengadu, siapakah yang bertanggungjawab harus apa kami ke depan dengan kondisi ini. Itu yang kami rasakan.” Pungkas Yulita. (AS/TB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *