Bengkulu – Kelompok Aksi Kamisan Bengkulu kembali turun ke jalan pada Kamis, 26 Desember 2024, di Taman Smart City, Simpang Lima Ratu Samban, Kota Bengkulu. Dengan melibatkan sekitar 25 peserta, aksi damai ini menjadi panggung untuk menyuarakan permasalahan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia serta isu-isu pendidikan dan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat kecil.
Dipimpin oleh Prihatno, pengurus Presidium Kahmi Bengkulu, dan Baariq Solaahuddin dari Kanopi Bengkulu, aksi tersebut dimulai pukul 16.00 WIB. Massa membawa berbagai alat peraga, termasuk spanduk, poster, dan payung khas Aksi Kamisan yang bertuliskan pesan-pesan kritis seperti “Stop Kriminalisasi Guru,” “Tolak Kenaikan Pajak 12%,” dan “Lawan Kekerasan terhadap Perempuan.”
Dalam aksi ini, massa juga menampilkan foto-foto korban pelanggaran HAM di Indonesia, mulai dari tragedi 1965, Tanjung Priok, hingga pembunuhan aktivis HAM seperti Munir dan Salim Kancil. Tujuannya adalah mengingatkan publik bahwa masih banyak kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan.
Selain mengangkat isu HAM, aksi kali ini juga menyoroti carut-marut sistem pendidikan di Provinsi Bengkulu. Peserta aksi mengkritisi pembelajaran yang tidak efektif, kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Universitas Bengkulu, serta program beasiswa yang dinilai tidak tepat sasaran. “Kami ingin pendidikan di Bengkulu tidak lagi menjadi beban, tapi menjadi hak yang benar-benar mendukung masa depan generasi muda,” ujar salah satu peserta aksi.
Aksi berlangsung damai dengan rangkaian kegiatan seperti aksi diam, orasi bergantian, pembacaan puisi, hingga pengumpulan kertas hitam yang berisi tuntutan terhadap penyelesaian berbagai masalah. Kertas-kertas ini dikumpulkan sebagai simbol harapan untuk perubahan.
Polresta Bengkulu bersama Polsek Ratu Samban turut mengawal aksi dengan pengamanan terbuka dan tertutup. Hingga aksi berakhir pada pukul 18.15 WIB, situasi tetap kondusif.
Aksi Kamisan Bengkulu kali ini menjadi momentum penting untuk menyatukan suara masyarakat dalam menuntut keadilan, baik terkait pelanggaran HAM maupun sistem pendidikan yang lebih baik. Pesan mereka jelas: pemerintah harus hadir untuk rakyat, bukan hanya untuk kepentingan segelintir pihak.