Muratara, Tintabangsa.com – Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik KD, mengungkapkan bahwa harta bersihnya meningkat setiap tahunnya, dari Rp. 577.450.000 pada tahun 2020 menjadi Rp. 942.341.928 pada tahun 2023. Peningkatan hampir dua kali lipat ini tentu menimbulkan sejumlah pertanyaan kritis terkait sumber peningkatan kekayaan tersebut.
Pertama, peningkatan nilai tanah dan bangunan yang terus menerus setiap tahun menunjukkan adanya penambahan properti secara signifikan. Meskipun investasi dalam properti merupakan hal yang umum, pertumbuhan nilai yang begitu cepat patut dicermati. Apakah properti ini diperoleh melalui mekanisme yang transparan dan adil? Atau adakah kemungkinan adanya konflik kepentingan terkait dengan jabatannya di pemerintahan daerah?
Kedua, penurunan nilai kendaraan dari Rp. 6.000.000 pada tahun 2020 menjadi Rp. 3.900.000 pada tahun 2023 menunjukkan depresiasi yang wajar. Namun, hal ini kontras dengan peningkatan besar dalam harta bergerak lainnya yang tiba-tiba muncul pada tahun 2021 dan tetap relatif stabil hingga tahun 2023. Apa jenis harta bergerak ini, dan bagaimana perolehannya? Transparansi dalam hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa tidak ada aset yang disembunyikan atau diperoleh secara tidak sah.
Ketiga, fluktuasi yang signifikan dalam kas dan setara kas juga menimbulkan pertanyaan. Pada tahun 2021, kas dan setara kas mencapai Rp. 32.000.000, kemudian turun drastis menjadi Rp. 20.782.216 pada tahun 2022, sebelum melonjak lagi menjadi Rp. 45.057.465 pada tahun 2023. Fluktuasi ini dapat mencerminkan perubahan likuiditas yang tidak biasa, sehingga perlu ditelusuri lebih lanjut. Adakah aliran dana yang mencurigakan atau penggunaan kas untuk kepentingan pribadi?
Selain itu, penurunan utang dari Rp. 213.000.000 pada tahun 2020 menjadi hanya Rp. 13.615.537 pada tahun 2023 menunjukkan upaya pengurangan beban utang yang luar biasa. Meskipun ini bisa dianggap sebagai pengelolaan keuangan yang baik, perlu diperiksa apakah penurunan ini dilakukan melalui cara-cara yang sah dan tidak mengorbankan integritas jabatan.
Akhirnya, peningkatan total harta kekayaan bersih hampir 34% pada tahun 2023 dibanding tahun sebelumnya adalah hal yang mencolok. Dalam konteks seorang pejabat publik, peningkatan kekayaan yang begitu signifikan menimbulkan kekhawatiran mengenai kemungkinan adanya penyalahgunaan kekuasaan atau penerimaan gratifikasi yang tidak dilaporkan.
Kesimpulannya, meskipun peningkatan harta kekayaan Kd dapat diartikan sebagai keberhasilan finansial pribadi, namun sebagai seorang pejabat publik, transparansi dan akuntabilitas adalah hal yang mutlak. Pemeriksaan lebih lanjut oleh otoritas terkait sangat diperlukan untuk memastikan bahwa peningkatan kekayaan ini tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip etika dan hukum yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap penyelenggara negara. (Al/TB)