Pekanbaru, Tintabangsa.com – Persidangan kasus pencemaran nama baik terhadap penguasa yaitu Gubernur Riau Drs H Syamsuar M.Si yang menjerat Al Qudri Tambusai telah masuk kepada tahapan Putusan Sela di Pengadilan Negeri Pekanbaru. AL Qudri Tambusai sebagai terdakwa dalam hal ini mengatakan siap menghadapi mekanisme hukum yang berlaku, sidang yang di berlangsung pada hari Kamis (23/02/2023).
“Jalani saja dan yakini apa yang kita perjuangkan adalah hal yang benar” ucap Al Qudri Tambusai saat diwawancarai.
Kasus ini bermula Pada tanggal 2 Juni 2021, terdakwa bersama Aliansi Mahasiswa Penyelamat Uang Negara (AMPUN RIAU) yang beliau pimpin melakukan aksi Demonstrasi di depan gedung Kejati Riau dengan tuntutan mendesak Kejati Riau agar segera memeriksa Gubernur Riau atas dugaan keterlibatan pada kasus Korupsi Bansos di Kabupaten Siak yang telah merugikan Keuangan negara sebesar 56,7 miliar.
Pada saat dugaan korupsi ini di Kabupaten Siak, Gubernur Riau, Syamsuar masih menjabat sebagai Bupati Kabupaten Siak 2014-2019, dugaan keterlibatan Syamsuar selaku Bupati Siak dalam Korupsi Bansos dikuatkan dengan surat perintah penyidikan (Sprindik) Nomor PRINT-09/L.4/Fd.1/09/2020, tertanggal 29 September 2020 yang di tandatangani Mia Amiati selaku Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati Riau) dan Hingga saat ini Proses Hukumnya tidak jelas.
Dalam aksi tersebut Al Qudri Tambusai membuat alat peraga dan membentangkan spanduk yang berisikan kalimat : “tangkap Gubernur Drakula”. Dari Aksi Tersebut Syamsuar keberatan dan membuat pengaduan ke Reskrim Polda Riau bahwa AMPUN Riau mencemarkan nama baiknya dengan kata “Drakula”. “Kata tersebut merupakan sebuah diksi atau simbol dari sebuah prilaku yang kurang terpuji dimana perbuatan menggelapkan uang negara serta prilaku korupsi yang merupakan perbuatan yang sangat merugikan rakyat dan secara perlahan dapat menghilangkan hak-hak rakyat” kata Al-qudri sebagai terdakwa.
Namun pada kenyataannya Syamsuar melihat bahwa Aksi dan isi spanduk tersebut menunjuk ke dirinya pribadi serta merendahkan harkat martabatnya. Menurut Al Qudri Bahwa “kebebasan berpendapat merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) yang di amanatkan oleh Konstitusi dan Negara wajib untuk memenuhi dan melindungi hak tersebut, sebagaimana di dalam Pasal 28 UUD 1945 dan pasal 38E Ayat 3, Menyampaikan pendapat merupakan perwujudan Hak Asasi Manusia dan tanggung jawab berdemokrasi setiap Warga Negara dalam kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan bernegara” Ujar Al Qudri.
“Kami berharap majelis hakim dalam memberikan pertimbangan dalam putusannya tidak menimbulkan ketakutan bagi masyarakat yang melakukan kritik terhadap pimpinan daerah maupun pejabat-pejabat lain terkuhus di Provinsi Riau” ujar Sardo Mariada Manulang siang tadi selaku kuasa hukum terdakwa.
“Sungguh ironis jika pemimpin tersinggung ketika dikritik rakyatnya sampai harus membuat laporan pidana. Hal ini bertentangan dengan era reformasi dimana pemimpin itu harus siap dikritik sebagai jaminan progres kerjanya di masyarakat, bukan malah baperan soal kritik mengkritik, presiden ke 6 SBY juga pernah dikritik dengan simbol hewan kerbau hewan nyata yang tidak berbentuk fiksi dan terakhir presiden jokowi juga di kiritk dengan simbol firaun Namun ke 2 pemimpin itu bersikap dengan sikap kenegarawan” Ujar Sardo Mariada Manulang. (RS/TB)